Latest Post

1 #Kajati #Kajari #Sumbar #Pasbar 4 #Pasbar 1 #Pasbar #IMI 1 #sunatanmasal #pasbar #kolaboraksi 1 17 Agustus 1 AAYT 1 Administrasi 6 Agam 1 Agama 1 Aia Gadang 1 Air mata 1 Ajudan 1 Akses 4 Aksi 1 Amankan 1 Ambulance 1 Anam Koto 1 Anggaran 6 APD 1 Arogan 2 Artikel 1 Aset 1 Asimilasi 1 ASN 1 Atlet 1 ATR 2 Aturan 1 Babinkamtibmas 1 Baharuddin 1 Balon 1 Bandung 1 Bansos 1 Bantah 7 Bantuan 1 Batu Sangkar 1 Bawaslu 1 Baznas 1 Baznas Pasbar 1 Bebas 1 Bedah Rumah 1 Belajar 1 Belanja 4 Bencana 2 Berbagi 1 Berjoget 1 Bhakti 1 Bhayangkara 1 Bhayangkari 2 Bina Marga 1 BK 1 BKPSDM 1 BLPP 1 BLT Dana Desa 3 BNN 4 BNNK 1 Bocah 1 Bogor 1 Box Redaksi 1 Boyolali 9 BPBD 1 BPK RI 1 BPN 1 BTN 1 BTT 8 Bukittinggi 1 Bully 17 Bupati 3 Bupati Pasbar 1 Cacat Hukum 1 Calon 1 Camat 1 Cerpen 6 Corona 1 Covid 29 Covid 19 16 Covid-19 1 CPNS 1 cross 1 dampak 1 Dana 1 Dandim 1 Data 1 Demo 1 Dermawan 3 Dharmasraya 1 Dilaporkan 1 dinas 2 Dinkes 1 Dinsos 2 Direktur 3 Disinfektan 4 DPC 2 DPD 1 DPD Golkar 1 DPD PAN 1 DPP 12 DPRD 3 DPRD Padang 1 DPRD Pasbar 1 Dukungan 1 Duta Genre 1 Emma Yohana 2 Erick Hariyona 1 Ershi 1 Evakuasi 1 Facebook 1 Forkopimda 1 Formalin 1 Fuso 1 Gabungan 1 Gempars 1 Geoaprk 3 Gerindra 1 Gor 1 Gudang 3 gugus tugas 3 Hakim 2 HANI 1 Hari raya 1 Haru. 1 Hilang 1 Himbau 2 Hoax 1 Hujat 2 Hukum 1 Humas 1 HUT 1 Hutan Kota 1 idul adha 1 Ikan Tongkol 1 Iklan video 1 Ikw 2 Ilegal mining 1 Incasi 1 Inspektorat 1 Intel 3 Isolasi 1 Isu 1 Jabatan 32 Jakarta 3 Jalan 1 Jambi 3 Jateng 6 Jubir 1 Jumat berbagi 1 Jurnalis 10 Kab. Solok 2 Kab.Agam 4 Kab.Padang Pariaman 3 Kab.Pasaman 2 Kab.Solok 1 Kab.Solok Selatan 1 Kabag 3 Kabid 2 Kabupaten Pasaman 1 Kader 3 Kadis 1 Kajari 2 Kalaksa 1 Kanit 1 Kapa 10 Kapolres 1 Karantina 6 Kasat 1 Kasi 1 KASN 1 Kasubag Humas 1 Kasus 1 Kebakaran 1 Kejahatan 1 Kemanusiaan 1 Kemerdekaan 2 Keracunan 1 Kerja 1 Kerja bakti 1 kerjasama 2 Kesbangpol 1 Kesenian Daerah 1 Kesra 2 Ketua 2 Ketua DPRD 1 Kinali 2 KKN 1 Kodim 2 KOK 3 Kolaboraksi 2 Komisi 1 Komisioner 4 KONI 1 KONI PASBAR 1 Kontak 1 Kontrak 1 Kopi 4 Korban 1 Korban Banjir 1 Korupsi 15 Kota Padang 2 Kota Solok 3 KPU 2 Kriminal 4 kuasa hukum 1 Kuliah 1 Kupon 1 Kurang Mampu 1 Kurban 1 Labor 1 Laka Lantas 1 Lalulintas 1 Lantas 5 Lapas 3 Laporan 1 Laporkan 2 Laskar 1 Lebaran 2 Lembah Melintang 1 Leting 1 Limapuluh Kota 1 LKAAM 1 Lubuk Basung 3 Maapam 3 Mahasiswa 1 Maligi 1 Masjid 3 Masker 1 Medsos 1 Melahirkan 1 Mengajar 2 Meninggal 5 Mentawai 1 metrologi 1 Milenial 1 MoU 1 MPP 1 MRPB 2 MRPB Peduli 1 MTQ 2 Mujahidin 3 Muri 1 Nagari 1 Narapidana 6 Narkoba 28 Nasional 1 Negara 2 Negatif 5 New Normal 2 New Pasbar 88 News Pasbar 1 Ngawi 1 ninik mamak 2 ODP 1 OfRoad 2 Oknum 2 olah raga 2 Operasi 127 Opini 1 Opino 1 OTG 2 PAC 1 Pada 662 Padang 6 Padang Panjang 17 Padang Pariaman 1 Painan 1 Pakar 4 Pandemi 1 Pangan 1 Pantai Maligi 1 Panti Asuhan 6 Pariaman 1 Paripurna 2 pariwara 1 Pariwisata 1 Partai 1 Pasaan 93 Pasaman 27 Pasaman Barat 521 Pasbar 1 Pasbat 1 Pasien 1 Paslon 1 Patuh 4 Payakumbuh 1 Pdamg 2 PDIP 4 PDP 6 Peduli 1 peduli lingkungan 1 Pegawai 2 Pelaku 3 Pelanggaran 3 Pemalsuan 1 Pemasaran 1 pembelian 1 Pembinaan 1 Pemda 1 Pemerasan 3 Pemerintah 1 Pemerintahan 1 Pemilihan 1 Pemilu 2024 65 Pemko Padang 1 Pemuda 1 Penanggulangan 1 penangkapan 2 Pencemaran 2 Pencuri 1 pendidikan 2 Pengadaan 2 Pengadilan 1 Penganiayaan 1 Pengawasan 1 Penggelapan 1 Penghargaan 1 penusukan 1 Penyelidikan 1 Penyu 1 Perantauan 1 Perawatan 3 Perbatasan 1 Peredaran 1 Periode 1 Perjalanan 1 perkebunan 3 Pers 1 Pertanahan 3 Perumda AM Kota Padamg 8 Perumda AM Kota Padang 2 Perumda Kota Padang 41 Pessel 3 Pilkada 1 Pinjam 1 PKH 1 PKK 1 Plasma 1 Plt 2 PN 1 PN Pasbar 2 PNS 3 pol pp 1 Polda Sumbar 4 Polisi 6 Politik 28 Polres 6 Polres Pasbar 1 Polsek 1 Pos 3 Pos perbatasan 6 Positif 2 posko 1 potensi 1 PPM 1 Prestasi 4 PSBB 1 PSDA 1 Puan 2 PUPR 1 Pusdalops 2 Puskesmas 1 Pustu 1 Rapid Test 2 razia 1 Rekomendasi 3 Relawan 1 Reses 1 Reskrim 1 Revisi 1 RI 8 RSUD 1 RSUP M Djamil 1 RTLH 1 Rumah Sakit 1 Rusak 1 Sabu 1 Samarinda 1 Sapi 2 SAR 8 Satgas 2 Satlantas 1 SE 4 Sekda 1 Sekda Pasbar 1 Selebaran 8 Sembako 1 Sertijab 1 Sewenang wenang 1 Sidak 13 sijunjung 1 Sikilang 2 Singgalang 1 sirkuit 2 SK 1 Snar 2 Solo 5 Solok 4 Solok Selatan 5 SolSel 4 sosial 2 Sosialisasi 2 Sumatera Barat 145 Sumbar 1 Sumbar- 1 Sumur 1 Sunatan massal 1 sungai 1 surat kaleng 6 swab 2 Talamau 1 Talu 1 Tanah 20 Tanah Datar 1 Target 1 Tata Usaha 1 teluk tapang 1 Temu ramah 2 Terisolir 1 Terminal 1 Tersangka 5 Thermogun 1 Tidak layak Huni 2 Tilang 1 Tindak Pidana Korupsi 1 tipiter 1 TMMD 2 TNI 1 TNI AL 1 Tongkol 1 TP.PKK 1 tradisional 1 Transparan 1 trenggiling 1 tuak 2 Tukik 1 Tumor 1 Ujung Gading 1 Ultimatum 1 Uluran 1 Unand 1 Upacara 1 Update 1 usaha 1 usir balik 1 Verifikasi 1 Virtual 1 wakil bupati 4 Wali Nagari 2 wartawan 1 Waspada 1 Wirid Yasin 1 Yamaha Vega 2 Yarsi 2 Yulianto 1 ZI 1 Zona Hijau 1 Zona Merah


Opini
Ditulis Oleh: Oom Rohmawati
(Ibu Rumah Tangga & Member Amk)   

Mitra Rakyat.com
Belum lama ini banyak sekali kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, diantaranya seorang balita yang tewas karena digelonggong air galon oleh ibu kandungnya, tepatnya 18 Oktober 2019 waktu lalu. Polisi menyebutkan, "korban ternyata kerap mengalami kekerasan fisik sebelum mengalami kejadian yang sangat tidak manusiawi tersebut. 

Hal ini tentu  bisa berakibat trauma, baik secara fisik, psikis dan seksual. Berkaitan dengan kasus di atas,  Ipda Riskawati, S. Tr. K melaksanakan  kegiatan sosialisasi untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di kantor Kepala Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung pada hari Rabu (23/10/19).

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, sehingga harus dilaksanakan penyuluhan kewilayah-wilayah yang dianggap rentan munculnya tindak kekerasan. Meski upaya itu sebatas penyuluhan, setidaknya ada upaya yang dilakukan dinas terkait walau tidak berefek besar. Mengapa demikian?

Kesengsaraan yang dialami masyarakat akibat kemiskinan, sulitnya mendapat pekerjaan, bertebaran barang haram menjadi salah satu pemicu kekerasan dalam rumah tangga,  baik yang menimpa kaum perempuan ataupun menimpa anak.

Jika bertanya apa penyebab tindak kekerasan terus meningkat, maka tentu "tidak ada asap tanpa ada api". Ada faktor pemicu yang harus ditelusuri hingga masalah di atas terus berulang.

Dalam hal ini, yang mempunyai andil besar terciptanya ketidakharmonisan sosial  adalah sistem kapitalis liberal, dimana perempuan dihargai dengan taraf ekonominya, status sosial dan prestasi profesinya. Peran utama perempuan sebagai pencetak generasi dan pengatur urusan rumah tangga seakan tidak dihargai.

Justru peran ini dianggap biang keladi diskriminasi perempuan. Peran agama ditiadakan. Begitupun halnya  penggunaan media sosial tanpa bijak, ditangan orang yang memiliki ketakwaan yang rendah akan memunculkan bahaya, seperti mengakses pornografi, yang dapat memunculkan perilaku penyimpangan seksual.

Rangsangan yang terus menerus dari media sosial bisa mendorong mereka melampiaskan nafsu seks mereka pada siapa saja, salah satu wujudnya adalah eksploitasi kekerasan dan pelecehan pada perempuan dan anak.

Walaupun berbagai aturan dan UU telah dibuat, seperti ditetapkannya UU No 21/2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU No 23/2004 tentang PKDRT, UU 44/2008 tentang Pornografi, UU No. 35/tahun 2014 tentang Perlindungan  Anak. Selain itu juga terdapat KUHP. Namun semua itu belum mampu menghentikan laju kejahatan dan kekerasan pada perempuan dan anak.

Inilah negeri kita hari ini, di bawah kungkungan sistem kapitalis yang sangat liberal dan sangat kapitalistik.  Sistem kapitalislah yang telah menghilangkan akal sehat dan rasa kasih sayang. Perempuan dan anak yang mestinya medapatkan perlindungan, dan  penjagaan nyatanya menjadi komoditas yang bisa seenaknya dimanfaatkan untuk kepentingan apapun dan siapapun.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam agama yang berasal dari  Sang Pencipta, Allah SWT. Syariah Islam menempatkan perempuan dan anak sebagai kehormatan yang harus di jaga. Berikut bentuk penjagaan atau perlindungan  Islam: pertama, Islam mengatur tugas perempuan agar tetap terpelihara, dengan menempatkan perempuan sebagai mitra laki-laki. Sebagaimana firman Allah Swt:
".... Dan para wanita punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (TQS al-Baqarah [2]: 228).
Sedangkan tugas pokok perempuan adalah menjadi ibu yang mengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bayt).

Dengan tugas tersebut ia akan menjadi makhluk yang terlindungi dan terjaga kehormatannya,  tidak perlu menghabiskan waktu di ruang publik, campur baur (ikhtilat) dan berdua-duaan (khalwat)  dengan yang bukan mahram yang akan mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan atau  kekerasan.  ..bersambung

Opini
Ditulis Oleh : Khansa Mubshiratun Nisa
(Ummu Wa Rabbatul Bayt, Aktivis Da'wah Ideologis)

Mitra Rakyat.com
Presiden Joko Widodo menunjuk mantan wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi masuk kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Jokowi meminta lulusan akademi militer 1970 itu mengurus pencegahan radikalisme dalam jabatan barunya. Selain itu, jika melihat lima menteri lainnya seperti Tito Karnavian menjabat Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mahfud MD menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan serta Prabowo Subianto menjabat Menteri Pertahanan, kelima formasi menteri itu terlihat sinyal pemerintah lima tahun ke depan berfokus pada persoalan melawan radikalisme di Indonesia (tirto.id).

Berkat bantuan media, radikalisme disematkan bagi kaum Muslimin yang terlihat berpenampilan secara Islami seperti memakai celana cingkrang, cadar, kerudung panjang dan berpakaian syar’i. Umat Islam yang teguh menjalankan dan menerapkan Islam secara kaffah, lantang menyuarakan syariah dan khilafah, bangga mengibarkan bendera tauhid, bahkan menurut Profesor Mahfud MD, anak kelas 5 SD yang sudah tahu bahwa laki-laki dan perempuan itu bukan muhrim (seharusnya mahram) dianggap sudah terpapar radikalisme.

Menurut Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malik as Saleh, Aceh,  mengatakan," ada ketakutan yang luar biasa dari negara terhadap radikalisme dan terorisme. Namun ketakutan itu rentan dimanfaatkan pemerintah untuk membungkam lawan politik dengan tudingan radikal, ekstremis dan teroris tanpa tolak ukur yang jelas (tirto.id).

Benar saja, saat ini mengkritik dan mengingatkan pemimpin atas kezaliman yang dilakukannya dianggap sikap radikal yang harus diberantas. Padahal Islam  dengan syari’atkan mewajibkan kaum Muslim untuk  mengingatkan penguasa jika melakukan kezaliman. Rasulullah Saw bersabda:
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim” (HR Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Hadits Rasulullah Saw di atas sepertinya tak lagi dipahami secara mendalam oleh kaum muslimin dalam rangka muhasabah lil hukkam. Perjuangan menegakkan Islam dan syariahnya terus dihadang; umat Islam dibuat ciut nyalinya dengan stigma negatif tiada henti, terlebih kabinet jilid II yang dibentuk pemerintah sebagai kabinet 'perang' melawan radikalisme. Apakah umat Islam akan mundur?.

Narasi radikalisme kerap digunakan untuk membungkam sikap kritis rakyat kepada penguasanya. Jika benar radikalisme itu berbahaya dan mengancam negeri, lalu bagaimana dengan kapitalisme, liberalisme, dan separatisme yang sudah nyata membuat negeri ini porak poranda? Pertanyaan ini tak pernah dijawab sendiri oleh pemerintah. Radikalisme pada akhirnya seperti pendahulunya, terorisme.

Sebuah isu yang siap digoreng kapan pun dibutuhkan. Ini merupakan senjata ampuh untuk menyerang dan melumpuhkan serta menjauhkan ajaran Islam yang mulia di tengah kaum muslimin.

Sejatinya, radikal itu memiliki makna netral dan tidak negatif. Berasal dari kata radix yang artinya akar, mendasar pada prinsip. Jika radikal ini digabungkan dengan isme sehingga menjadi radikalisme, maka sudah berbeda makna.
Menurut KBBI, radikalisme adalah  paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.

Merujuk pada definisinya, Islam itu radikal tapi bukan radikalisme. Sebab Islam terdiri atas aqidah dan syariah. Aqidah Islam mampu menjawab tiga pertanyaan mendasar manusia tentang kehidupan, yaitu : “Dari mana kita berasal? Untuk apa kita diciptakan? Dan akan kemana setelah kita mati?” Dimana jawaban dari pertanyaan mendasar tersebut adalah kita berasal dari Allah, diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan setelah kehidupan ini akan kembali kepada Allah.

Setelah isu terorisme yang mereka buat ternyata gagal menggiring opini bahwa syariat Islam itu menakutkan, kini muncullah isu radikalisme dengan tujuan yang sama. Radikalisme hanyalah kedok Barat untuk menyerang Islam. Sebab, jika syariat Islam diterapkan, ideologi kapitalisme akan tergusur dari arena peradaban manusia dan dunia.
Dengan demikian tidak ada sikap lain menghadang propaganda negatif yang semakin massif kecuali melawan skenario radikalisme ini.

Umat Islam harus bangkit dan bersatu melawan seruan negatif menentang ajaran Allah dan RasulNya. Tak lelah berdoa kepada Sang Khalik, Allah SWT; memohon keistiqamahan serta kesabaran melawan segala tindak busuk nan culas dari kaum kuffar Barat dan Timur yang terus memfitnah Islam dan pemeluknya. Luruskan niat lilLah, tanpa sedikit pun menyurutkan langkah perjuangan demi tegaknya Islam secara kaffah di tengah umat manusia. Semua itu semata-mata demi kemenangan agama Allah, Islam dan umatnya.
Wallahu  a'lam bi ash shawab.



Opini
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif

Mitra Rakyat.com
Tidak bisa dipungkiri, peluang terjadinya kesalahan atau pelanggaran dalam sistem khilafah pasti ada,  hal ini karena sistem khilafah adalah sistem basyariah (kemanusiaan) bukan nubuwwah sebagaimana saat Rasul Saw memimpin. Meskipun demikian, bukan berarti harus menolak serta menyamakan khilafah dengan sistem demokrasi, atau menyamakan sistem khilafah dengan sistem pemerintahan yang diterapkan di Arab Saudi. Itu adalah hal yang keliru dan serampangan.  Khilafah adalah sistem pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) lewat Institusi Daulah Khilafah sementara sistem pemerintahan Arab Saudi adalah  Monarki Absolute yang menerapkan aturan Islam secara parsial (sebagian).

Baca tulisan sebelumnya : Sistem Khilafah Tidak Ada Dalam Islam, Benarkah?(1)

Jika kita telusuri dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama, maka kita akan menemui bahwa penjelasan mengenai Khilafah banyak dibahas dalam Al Qur’an, meskipun Al-Qur'an tidak memerincinya secara mendalam. Dalil-dalil tentang kewajiban mengadakan khilafah dan menegakkannya bisa dilihat rinciannya sebagai berikut:

1. Dalil Alquran

Allah SWT berfirman: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku yang menjadikan Khalifah di muka bumi” (TQS al-Baqarah [2]: 30).

Imam al-Qurthubi (w. 671 H), ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, “Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah.” Bahkan, ia kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” (Lihat, Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Juz I/264).

Dalil Alquran lainnya, antara lain QS an-Nisa’ (4) ayat 59; QS al-Maidah (5) ayat 48; dll (Lihat, Ad-Dumaiji, Al–Imâmah al–‘Uzhma ‘inda Ahl as–Sunnah wa al–Jamâ’ah, hal. 49).

2. Dalil as-Sunnah

Di antaranya sabda Rasulullah Saw:

"Siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliyah” (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, menurut Syeikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Lihat, Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hal. 49).

Nabi Saw juga mengisyaratkan, bahwa sepeninggal beliau harus ada yang menjaga agama ini, dan mengurus urusan dunia, dialah khulafa’, jamak dari khalifah (pengganti nabi, karena tidak ada lagi nabi sesudah Nabi Muhammad Saw).

3. Dalil Ijma' Sahabat

Kedudukan Ijma' Sahabat adalah sebagai dalil syariah setelah Alquran dan as-Sunnah. Ini berarti ijma' sahabat sangatlah kuat, bahkan merupakan dalil yang qath’i (pasti). Para ulama ushul menyatakan, bahwa menolak ijma' sahabat bisa menyebabkan seseorang murtad dari Islam. Karena itu, Ijma' Sahabat yang menetapkan kewajiban menegakkan khilafah tidak boleh diabaikan, atau dicampakkan seakan tidak berharga, karena bukan Alquran atau as-Sunnah. Padahal, Ijma' Sahabat hakikatnya mengungkap dalil yang tak terungkap (Lihat, as-Syaukani, Irsyadu al-Fuhul, hal. 120 dan 124).

Berkaitan dengan itu Imam al-Haitami menegaskan:

"Sungguh para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw” (Lihat, Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7).

Bahkan seluruh ulama Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib.

Lebih dari itu, menurut Syeikh ad-Dumaji, kewajiban menegakkan Khilafah juga didasarkan pada kaidah syariah:

"Selama suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”

Sudah diketahui, bahwa banyak kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti kewajiban melaksanakan hudûd (seperti hukuman rajam atau cambuk atas pezina, hukuman potong tangan atas pencuri), kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Pelaksanaan semua kewajiban ini membutuhkan kekuasaan (sulthah) Islam. Kekuasaan itu tiada lain adalah khilafah.

Dari sini, maka jelaslah bahwa sistem negara khilafah ada di dalam Al-Qur'an, meskipun Al-Qur'an tidak menjelaskannya secara rinci, namun Hadits, Ijma' Sahabat, dan Ulama Aswaja telah menjelaskannya. Sebagaimana ayat tentang shalat, Al-Qur'an tidak menjelaskan secara rinci tentang tata cara shalat, namun Hadits dan perbuatan Rasulullah yang menjadi penjelasnya.

Maka dari itu, Menolak khilafah, menganggapnya sebagai ancaman dan menghalangi tegaknya khilafah adalah suatu kesalahan besar. Mestinya tidak ada yang perlu ditakuti dari khilafah. Tidak ada alasan yang dapat diterima akal sehat untuk menolak Khilafah. Karena Khilafah adalah syariat Allah SWT, maka sebagai hamba-Nya kita tidak boleh merasa keberatan. Bukankah kita semuanya adalah makhluk ciptaan-Nya?


Wallahu a'lam bi ash-shawwab


Opini
Ditulis Oleh : Reni Rosmawati
Member Akademi Menulis Kreatif

Mitra Rakyat.com
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"  (TQS al-Maidah [5]: 50)

Dilansir oleh laman Tempo.com,  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengatakan bahwa dirinya menjamin tidak ada sistem negara khilafah dalam Islam. “Yang ada itu prinsip khilafah, dan itu tertuang dalam Al Quran,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Dialog Kebangsaan Korps Alumni HMI (KAHMI), di Kalimantan Barat, Sabtu malam, 26 Oktober 2019.

Menurut Mahfud, dalam Al-Quran yang dimaksud khilafah adalah negara yang memiliki pemerintahan. Namun, Islam tidak mengajarkan soal sistem. “Artinya setiap negara bisa menentukan sendiri sistem pemerintahannya." Menurutnya, Indonesia dan Islam adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, upaya untuk memecah belah Indonesia dengan cara yang radikal tidak bisa dibenarkan.

Ia menjelaskan sistem Negara khilafah tidak menjamin bebas pelanggaran. Sebagai contoh di Arab Saudi yang masih banyak kasus pencurian meski banyak yang sudah dipotong tangannya. Selain itu, korupsi di Arab Saudi membuat 200 pangeran ditangkap.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengajak para anggota KAHMI agar bisa berkontribusi membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045. Ia menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan Indonesia Emas menjadi tanggung jawab semua masyarakat Indonesia.

Ide Khilafah yang akhir-akhir ini kian menggema, menandakan sinyal-sinyal kebangkitan khilafah dan  kesadaran  umat akan pentingnya menerapkan khilafah telah nampak di depan mata, membuat musuh-musuh Islam dan para penentangnya kegerahan. Musuh Islam  yang takut sejarah kejayaan umat Islam kembali, berupaya menghilangkan khilafah, dan menghalangi tegaknya dengan berbagai cara. Ide Khilafah pun kini menjadi sasaran empuk untuk digugat oleh kelompok Sekuler, Liberal, dan Pluralis.

Mereka membangun kecintaan palsu terhadap bangsa dan negara atas nama nasionalisme. Berhala-berhala nasionalisme menjadikan mereka tak segan-segan membungkam serta menghadang syari'at Islam kembali tegak. Berbagai isu dan tuduhan miring nan keji pun digulirkan guna menjegal kebangkitannya. Mengatakan bahwa tidak ada sistem negara khilafah dalam Islam, sungguh merupakan tudingan yang tidak mendasar. Betapa kefasikan para penentang Khilafah telah menjadikan Allah SWT menutup mati hati dan pikiran mereka. Kebodohan telah menjatuhkan pemikiran mereka pada level terendah, mereka memandang baik terhadap yang  Bathil dan  sebaliknya memandang buruk terhadap yang Haq.

Bukti tak terbantahkan tentang adanya khilafah dalam sejarah kehidupan umat Islam telah diabadikan dalam kitab-kitab Tarikh yang ditulis oleh para ulama terdahulu hingga ulama mutakhir. Sebut saja, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, karya at-Thabari (w. 310 H), al-Kamil fi at-Tarikh, karya Ibn Atsir (w. 606 H), al-Bidayah wa an-Nihayah, karya Ibn Katsir (w. 774 H), Tarikh Ibn Khaldun, karya Ibn Khaldun (w. 808 H), Tarikh al-Khulafa’, karya Imam as-Suyuthi (w. 911H), at-Tarikh al-Islami,  karya Mahmud Syakir.

Dalam rentang sejarah hampir 14 abad, tidak pernah umat Islam di seluruh dunia tidak mempunyai seorang khalifah, dan khilafah, kecuali setelah runtuhnya Khilafah pada 3 Maret 1924 M. Dalam sepanjang sejarah khilafah, tidak ada satupun hukum yang diterapkan, kecuali hukum Islam, dalam seluruh aspek kehidupan, baik sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, semuanya merupakan sistem Islam.
....bersambung


Opini
Ditulis Oleh: Zulaika
Ibu rumah tangga dan pegiat dakwah

Mitra Rakyat.com
Salah satunya yakni merevisi UU KPK ini demi memuluskan jalan mereka untuk melahap harta rakyat tanpa mampu terjerat hukum. Meskipun KPK bukanlah lembaga yang dapat menerapkan hukuman yang adil bagi para koruptor ini, namun di dunia kapitalis saat ini hanya KPK yang mungkin dapat bertahan menghukumi para koruptor.

Perilaku korup juga disebabkan sebagian para penguasa dan pejabat negara tidak memahami fungsi kepemimpinan dan amanah kekuasaan yang sedang mereka emban. Padahal sejatinya kelak semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Lemahnya iman dan kesalihan pribadi, kontrol masyarakat dari sisi amar makruf nahi munkar yang lemah, juga negara yang menaunginya tidak menerapkan syariat adalah inti masalah terjadinya korupsi.

Baca tulisan sebelumnya : Dibalik Pro Kontra Revisi Undang-Undang KPK (1)

Dalam Islam, lembaga seperti KPK tidak perlu ada untuk menghukumi para koruptor. Karena Islam memiliki 3 pilar penerapan hukum. Pilar yang pertama adalah ketakwaan individu, kedua adalah masyarakat yang peduli dan ketiga adalah negara yang menerapkan syariah yang menyeluruh.

Pertama, ketakwaan individu. Adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt  kepada setiap umatnya. Allah Swt berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu."  (TQS at-Tahrim [66]: 6).
Dengan ini para penguasa yang menerapkan syariat Islam selalu menghiasi diri mereka dengan ketakwaan individu dan senantiasa menyibukkan diri mereka taqarrub kepada Allah. Jika ketakwaan individu ini rusak maka rusaklah suatu masyarakat itu.

Kedua, masyarakat yang peduli. Masyarakat harus saling peduli antara satu dengan yang lainnya. Hidup harus saling mengingatkan sebagai wujud saling sayang dan peduli satu sama lainnya, karena hakikatnya bahwa ketika seseorang terjerumus pada perilaku korup maka itu artinya orang tersebut dalam kondisi dibenci Allah dan ini tidak akan dibiarkan oleh masyarakat lainnya.

Menyeru kepada yang makruf dan mencegah kepada kemunkaran juga dilakukan sebagai refleksi dari keyakinan akan janji Allah yang akan menjadikan mereka sebagai umat terbaik di mata Allah Swt.

Ketiga, negara yang menerapkan syariah. Pilar ketiga inilah yang sampai saat ini belum terwujud, karena saat ini sistem yang diberlakukan adalah sistem sekularisme dimana pilar agama dipisahkan dari kehidupan.

Padahal sesungguhnya, peranan negara yang menerapkan syariah sangat dibutuhkan untuk menjayakan Islam kembali. Dengan adanya peran negara, ketakwaan individu dan masyarakat yang peduli akan lebih kokoh, karena hanya negara yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan memaksa masyarakat dengan  beragam kebijakan dan peraturan yang diterapkan olehnya.

Sehingga sudah jelas kejayaan kaum muslim yang paling besar dicapai ketika kaum muslim berada di dalam kesatuan dalam kepemimpinan Khilafah Islamiyyah. Bila semua ini terwujud, maka perilaku korupsi akan demikian ditakuti, karena takutnya tiap-tiap individu akan azab Allah.

Tidak perlu lagi adanya pro kontra terkait apapun di masyarakat selama negara menerapkan syariat karena masyarakat sadar dengan adanya penerapan syariat, negara telah berlaku adil yang sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Masyarakat pun akan hidup dengan tenang, sejahtera dan merasa puas dengan kepengurusan negara.

Maka agar kesemuanya ini terwujud, marilah kita bersama-sama menerapkan syariat-Nya di bawah naungan Daulah Khilafah 'ala Minhajj an Nubuwwah  yang mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Wallahu a'lam bi ash shawab.



Opini
Ditulis Oleh: Zulaika
Ibu rumah tangga dan pegiat dakwah

Mitra Rakyat.com
Kenapa orang Indonesia selalu mempromosikan batik, reog? Kok korupsi nggak? Padahal korupsilah budaya kita yang paling mahal. Sujiwo Tejo (wartawan, pelukis, budayawan dan penulis)
Ungkapan Sujiwo Tejo di atas seolah menyindir fakta yang kini terjadi di negeri kita. Dimana memang korupsi lebih "membudaya" dari pada budaya tradisional itu sendiri.

Korupsi memang bukan lagi hal baru yang terjadi di negara ini. Telah banyak dilakukan oleh para pejabat yang duduk di kursi pemerintahan yang notabene memiliki gaji yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sehari-hari.

Belum lagi ditambah dengan fasilitas ini itu. Lalu mengapa dengan gaji dan tunjangan fantastis, sebagian mereka masih juga ada yang terperosok pada perikaku buruk korupsi?. Saking banyaknya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, dibentuklah suatu lembaga khusus untuk menanggulanginya yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Telah banyak pula para pejabat negara yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang diberlakukan oleh KPK.
Seperti di lansir oleh Kompas.com, salah satu perumus Undang-Undang no 30 tahun 2002 tentang KPK, Romli Atmasasmita berpendapat, KPK sampai saat ini sudah menyimpang dari tujuan awal pembentukannya. Saat KPK didirikan, tujuannya yaitu untuk memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan korupsi dengan berorientasi pada pengembalian kerugian negara secara maksimal.

Selain itu, KPK juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi trigger mechanism  melalui koordinasi dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan. Namun Romli menilai, KPK saat ini tidak lagi demikian. KPK terkesan lebih sering bekerja sendirian, tanpa berkoordinasi dan melakukan supervisi dengan polisi dan kejaksaan. Romli juga menilai bahwa revisi Undang-undang KPK sudah tepat dan memperbaiki kinerja lembaga antirasuah itu.

Sementara itu, gelombang penolakan revisi UU no 30 tahun 2002 tentang KPK terus mengemuka hingga saat ini. Kali ini sejumlah mantan pimpinan KPK menyuarakan penolakan UU KPK tersebut. Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas menolak revisi UU KPK yang telah disepakati oleh DPR. Busyro menilai, seluruh fraksi di DPR telah sepakat untuk membunuh KPK. "Semua fraksi di DPR sepakat membunuh! Merekalah pembunuh rakyat," kata Busyro saat dikonfirmasi, Senin (9/9/2019). "Pengabdian nan tulus jajaran KPK sejak 17 tahun yang lalu hingga kini, semata untuk membebaskan ratusan juta rakyat yang dimiskinkan oleh gang mafia koruptor!" Ujarnya lagi.

Senada dengan Busyro, Abraham Samad menyoroti poin revisi UU KPK yang bakal melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Salah satu poin pelemahan yakni dibentuknya dewan pengawas dan adanya surat proses penghentian penyidikan (SP-3). "Revisi hendak membentuk organ bernama Dewan pengawas KPK yang bertugas mengawasi KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya," sesalnya. (JawaPos.com)

Polemik revisi UU KPK masih menjadi pro dan kontra dari berbagai pihak. Hal ini wajar, mengingat pemberantasan korupsi masih menjadi agenda utama negeri ini. Publik merasa khawatir atas revisi UU KPK tersebut sebab masih meyakini kinerja KPK yang selama kurun waktu 17 tahun menjadi senjata utama dalam memberantas korupsi. Pro dan kontra yang terjadi saat ini lebih dikarenakan sistem politik yang ada begitu sarat berbagai kepentingan. Adanya campur tangan pemerintah membuat KPK sebagai lembaga independen kelak tidak akan bisa bergerak bebas mengambil keputusan untuk membasmi para koruptor karena adanya pengekangan tersebut.

Intervensi pemerintah yang ingin agar KPK berada di bawah kekuasaannya sekaligus pengawasannya dengan dibentuknya dewan pengawas KPK, tentu saja tidak lain agar pemerintah dan kroni-kroninya terlindungi dari penyelidikan KPK dan "kebal hukum" apabila mereka melakukan korupsi. Hal ini jelas berbahaya karena akan menambah kerugian negara dan menguntungkan para koruptor.

Kesemuanya ini disinyalir merupakan bentuk upaya pelemahan KPK. KPK belum dilemahkan saja, korupsi demikian marak maka dapat dibayangkan jika peran KPK benar-benar telah dilemahkan.

Penerapan sistem kapitalis-sekuler telah mendorong manusia untuk bergaya hidup hedonis. Maka jangan heran bila sebagian pejabat saat ini cenderung "rakus" melahap uang rakyat yang bukan haknya demi gaya hidup mereka yang mewah. ..bersambung

Mitra

{picture#http://2.bp.blogspot.com/-XccjilccW3o/WvaXDidXfzI/AAAAAAAABh4/uSZS7TnCbfc4FwXpWuQb2n8Fgh6BY9x7ACK4BGAYYCw/s1600/logo3.png} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Powered by Blogger.