Dilansir dari media suaraadhiyaksa.com, dan beberapa media lain yang datang dari Kota Padang ke Painan, bermaksud melakukan wawancara langsung dengan Kepala Dinas PUPR, Yusvianty, S.T., M.Si. Namun yang didapat hanya kalimat penolakan dari seorang staf yang mengaku sebagai sekretaris pribadi, Ruli.
“Buk Kadis belum bersedia menemui, karena mungkin kondisinya sedang tidak fokus, takutnya ada kesalahan saat menjawab pertanyaan wartawan,” ujar Ruli, sambil menyarankan agar konfirmasi dilakukan lewat pesan WhatsApp, untuk kemudian “meminta persetujuan dulu.”
Alasan itu mungkin terdengar wajar di ruang rapat birokrasi, tapi menjadi janggal ketika informasi yang ingin diminta menyangkut pekerjaan proyek bernilai miliaran rupiah, yang diduga menyimpan jejak penyimpangan.
Proyek Jalan dan Jejak Ketidaksesuaian
Yang ingin dikonfirmasi para wartawan bukan isu remeh. Mereka membawa catatan tentang proyek rehabilitasi dan pemeliharaan jalan paket 4 dari Dokumen Teknis Usulan (DTU) tahun anggaran 2024, yang dikerjakan oleh PT. Sadewa Karya Tama. Nilai pekerjaannya signifikan, tapi lebih dari itu dan realisasinya menyisakan banyak tanda tanya.
Indikasi paling mencolok adalah ketidaksesuaian spesifikasi teknis. Beberapa item pekerjaan, seperti lapisan agregat, diduga dimark-up volumenya. Hasilnya, kualitas jalan buruk, uang negara menguap. Hitungan kasar menyebutkan potensi kerugian negara mencapai Rp234 juta.
Ironisnya, meski pekerjaan disebut asal jadi, Dinas PUPR Pesisir Selatan tetap merealisasikan pembayaran penuh kepada kontraktor. Dugaan pun mengarah pada potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek.
Pekerjaan Baru, Nama Lama
PT. Sadewa Karya Tama kembali muncul sebagai pelaksana proyek strategis lain, seperti preservasi jalan nasional Kambang-Inderapura-Tapan-BTS. Jambi dan Tapan-BTS. Bengkulu.
Proyek ini berada di bawah kewenangan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar, dengan kontrak senilai Rp2,1 miliar. Tanggal kontrak tercatat 18 Maret 2025, dengan waktu kerja selama 180 hari.
Proyek jalan nasional itu kini masuk radar pantauan sejumlah media, termasuk tim investigasi media. Mereka tak ingin kecolongan lagi oleh laporan pekerjaan yang "rapi" di atas kertas, tapi amblas di lapangan.
Transparansi yang Dihindari
Sikap menutup ruang konfirmasi kepada wartawan kian memperkuat kesan bahwa ada yang tak ingin dibuka ke publik. Dalam iklim tata kelola anggaran yang sehat, seharusnya ruang kepala dinas tak tertutup bagi jurnalis, apalagi jika mereka datang membawa pertanyaan tentang proyek yang dibiayai uang rakyat.
Apakah ini pertanda awal dari retaknya akuntabilitas di tubuh Dinas PUPR Pessel? Atau sekadar "salah paham birokrasi" yang biasa?
Wartawan tentu akan kembali. Karena informasi publik bukan sekadar hak publik, tetapi sebuah kewajiban bagi siapa pun yang mengelola uang negara.
Penulis : Chairur Rahman