MR.com, Padang| Setelah lebih dari satu dekade hanya menjadi wacana, pembangunan Flyover Sitinjau Lauik akhirnya resmi dimulai tahun ini. Groundbreaking tahap awal dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, pada 3 Mei 2025 di Padang.
Proyek flyover yang membentang di jalur ekstrem Padang–Solok ini diharapkan menjadi solusi atas reputasi Sitinjau Lauik sebagai “jalur maut” yang kerap menelan korban akibat tikungan tajam dan tanjakan curam.
Pembangunan tahap pertama atau Panorama I dikerjakan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). PT Hutama Panorama Sitinjau Lauik (HPSL) dipercaya sebagai pelaksana dengan nilai investasi lebih dari Rp2,2 triliun dan masa konstruksi sekitar dua setengah tahun.
Pemerintah menargetkan flyover mampu menurunkan tingkat kemiringan jalan yang kini mencapai 20–25 persen, memperbaiki radius tikungan, dan meningkatkan faktor keselamatan. Selain itu, waktu tempuh Padang–Solok diperkirakan akan lebih singkat.
Ketua Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR RI) Sumatera Barat, Sutan Hendy Alamsyah, menyebut pembangunan flyover ini sebagai kebutuhan mendesak. “Jalur ini sudah terlalu lama menjadi momok karena sering terjadi kecelakaan. Kami berharap pembangunan berjalan sesuai rencana dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat,” kata Hendy kepada mitrarakyat.com di Padang.
Namun, pekerjaan besar masih menanti. Lokasi flyover berada di kawasan perbukitan rawan longsor sehingga membutuhkan teknologi konstruksi tinggi dan biaya pemeliharaan besar. Dari sisi lingkungan, 8,5 hektare lahan hutan lindung telah mendapat izin penggunaan, tapi pengelolaannya tetap harus memperhatikan aspek konservasi.
Sejumlah pihak menekankan pentingnya ketepatan waktu pembangunan. Pemerintah daerah dan pusat menilai Flyover Sitinjau Lauik tak hanya meningkatkan konektivitas dan keselamatan, tapi juga berpotensi menjadi ikon baru jalur Trans Sumatera.
Editor : Chairur Rahman