MR.com,Pessel | Polemik proyek preservasi jalan dan jembatan Kambang–Tapan–Indrapura batas Bengkulu kembali menyeruak. Proyek yang dikerjakan oleh PT Sadewa Karya Tama di bawah pengawasan PPK 2.4 Satker PJN Wilayah 2 BPJN Sumbar itu kini disorot lantaran dugaan pelanggaran teknis di lapangan, terutama pada pekerjaan bronjong di aliran Sungai Batang Sako.
Mantan PPK 2.4, Bahagia, yang kini telah menempati posisi baru, membantah keras adanya pelanggaran pada pekerjaan tersebut.
“Sepengetahuan kami, PT Sadewa membawa materialnya sendiri ke lokasi,” ujar Bahagia saat dihubungi via telepon pada Senin (27/10).
Namun bantahan itu tak disertai bukti konkret soal asal material batu. Bahagia hanya mengirimkan satu foto yang memperlihatkan dump truck sedang menurunkan batu, tanpa keterangan lokasi quarry maupun dokumen izin tambang yang sah.
Di sisi lain, hasil dokumentasi media pada Jumat, 17 Oktober 2025, justru memperlihatkan fakta berbeda. Dalam rekaman gambar, para pekerja tampak mengambil batu langsung dari aliran sungai menggunakan ban dalam (benen) berukuran besar, praktik yang diduga kuat melanggar ketentuan teknis serta prinsip lingkungan dalam kontrak pekerjaan.
Seorang warga yang tinggal di sekitar lokasi turut membenarkan hal itu.
“Setiap hari kami lihat mereka ambil batu dari sungai, bukan dari luar,” ungkapnya kepada wartawan.
Terkait penggunaan alat pelindung diri (APD), Bahagia juga menepis tudingan pelanggaran.
“Kontraktor selalu kami instruksikan agar pekerja memakai APD. Mungkin saat tim media datang, mereka sedang membuka karena merasa panas,” ujarnya seraya melampirkan foto pekerja ber-APD bertanggal 24 September 2025.
Namun keterangan itu kembali berseberangan dengan kondisi lapangan. Dalam pengamatan media, tak satu pun pekerja tampak mengenakan APD saat kegiatan berlangsung. Tidak terlihat pula adanya tanda bahwa alat tersebut tersedia di sekitar area kerja.
Kecurigaan publik pun menguat, foto-foto yang dikirim kontraktor kepada PPK diduga hanya formalitas laporan semata, bukan cerminan kegiatan nyata di lapangan.
Lebih jauh, sumber di internal proyek menyebutkan bahwa plang proyek di lokasi tidak ada. Sehingga publik tidak mendapatkan hak mereka untuk mendapatkan informasi menyangkut proyek tersebut.
Seperti nilai kontrak, nomor dan tanggal perjanjian, masa pelaksanaan, serta nama konsultan pengawas. Padahal, kejelasan informasi tersebut merupakan bentuk transparansi penggunaan anggaran negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 8 Tahun 2023 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi.
PT Sadewa Karya Tama sendiri kini menjadi perhatian publik. Perusahaan tersebut diketahui menangani sejumlah paket proyek besar di lingkungan Satker PJN Wilayah 2 BPJN Sumbar. Konsistensi mutu, transparansi, dan akuntabilitas pelaksanaannya kini tengah diuji di hadapan hukum dan publik.
Apabila dugaan pengambilan material tanpa izin dan pelanggaran keselamatan kerja terbukti, maka tindakan itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan teknis kontrak kerja dan UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang dapat berimplikasi pada sanksi administratif hingga pidana.
Kasus ini menambah daftar panjang sorotan terhadap proyek-proyek infrastruktur yang dikelola dengan dana negara di Sumatera Barat. Publik kini menunggu langkah tegas dari BPJN Sumbar dan inspektorat Kementerian PUPR untuk menelusuri kebenaran di balik bantahan yang masih menggantung.
Hingga berita diterbitkan media masih upaya mengumpulkan data dan informasi berkaitan dengan proyek tersebut serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman
