Mitra Rakyat
Friday, October 31, 2025, Friday, October 31, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-27T11:07:25Z
Padang

Aroma Tak Sedap di Tender BPJN Sumbar: Dugaan Rekayasa, Persyaratan Janggal dan Potensi Pelanggaran Perpres 12/2021

banner 717x904


MR.com, Padang| Aroma tak sedap kembali menyeruak dari dapur pengadaan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sumatera Barat. Dua tender proyek jembatan yang tengah digelar Satker PJN 2 diduga sarat praktik tidak sehat. Kejanggalan demi kejanggalan yang terungkap justru semakin mencoreng asas transparansi dan persaingan sehat yang menjadi roh utama sistem pengadaan elektronik yang dijanjikan pemerintah.


Indikasi rekayasa mengemuka setelah salah satu peserta tender, M, membongkar sederet keanehan dalam proses lelang dua paket pekerjaan, yaitu :  Paket Jembatan Gantung Koto Rawang dengan HPS Rp7,89 miliar, dan Paket Jembatan Gantung Limau Gadang–Batu Kunik dengan HPS Rp5,71 miliar.


Persyaratan Administrasi Dinilai Tidak Logis


Menurut M, indikasi “permainan kotor” sudah tercium sejak tahap administrasi. Ia menyoroti persyaratan dalam dokumen E-Catalog versi 6 yang mewajibkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) berlaku hingga Agustus 2026, padahal tender berlangsung pada 2025.


“Sejak awal sudah janggal. Panitia mencantumkan persyaratan masa berlaku SBU yang tak relevan dengan tahun pelaksanaan. Tanpa penjelasan yang memadai, peserta bisa digugurkan tanpa dasar objektif,” ujar M, Jumat (31/10/2025).


Secara hukum, inkonsistensi persyaratan semacam itu berpotensi bertentangan dengan prinsip non-diskriminatif dan persaingan sehat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 huruf a dan b Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


Perubahan RAB Tanpa Addendum


Kejanggalan lain muncul dari perubahan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dilakukan panitia tanpa dokumen addendum resmi. Dalam rezim pengadaan pemerintah, setiap perubahan substansi dokumen pemilihan wajib dituangkan dalam addendum yang diumumkan secara terbuka.


Jika benar dilakukan tanpa prosedur, tindakan panitia dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keterbukaan informasi publik dalam Perpres 12/2021. Dalam kasus tertentu, praktik semacam itu dapat berimplikasi pada maladministrasi atau bahkan dugaan perbuatan melawan hukum jika mengarah pada pengaturan pemenang tender.


Penawaran Muncul Hanya Lima Jam Setelah Lelang Dibuka

Menurut M, kejanggalan paling mencolok terlihat pada kecepatan masuknya penawaran. Lelang dibuka 22 Oktober 2025 pukul 16.00 WIB. Hanya lima jam kemudian, pukul 21.00 WIB, satu perusahaan sudah memasukkan dokumen penawaran lengkap.


“Dalam lima jam mustahil menyusun dokumen senilai miliaran rupiah tanpa adanya informasi sebelumnya. Ini mengindikasikan bocornya informasi pembukaan lelang kepada pihak tertentu,” ungkap M.


Kecurigaan itu, jika terbukti, mengarah pada dugaan pelanggaran Pasal 7 ayat (1) huruf a dan b Perpres 12/2021, yang mewajibkan setiap pelaku pengadaan bertindak jujur, transparan, dan tidak memanipulasi proses.


Lebih jauh, potensi pembocoran dokumen atau informasi internal dapat masuk ranah perbuatan curang (fraud), jika mengakibatkan keuntungan pada pihak tertentu, dapat menjerat oknum terkait pada ketentuan sanksi administratif hingga pidana korupsi.


BPJN Bungkam, Publik Menunggu Sikap


Hingga berita ini terbit, BPJN Sumatera Barat dan Satker PJN 2 belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran ini. Sikap diam lembaga teknis di bawah Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR ini justru memantik spekulasi publik, apakah dugaan rekayasa tender ini akan ditindak secara terbuka, atau dibiarkan membusuk dalam gelap?


Di tengah upaya pemerintah menegakkan integritas pengadaan barang/jasa, kasus ini menjadi ujian penting. Apakah sistem lelang elektronik benar-benar bekerja untuk publik, atau sekadar formalitas yang bisa direkayasa oleh segelintir aktor di balik layar?

Hingga berita diterbitkan media masih upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.

Penulis : Chairur Rahman
Editor    : Redaksi

Terkini