MR.com, Sumbar| Kecurigaan publik terhadap dugaan kecurangan yang terjadi di mega proyek pembangunan sarana dan prasarana pengendalian banjir batang timpeh di Kabupaten Dharmasraya disinyalir semakin kuat.
Pasalnya, mega proyek senilai Rp 52.173.425.430.00 (Lima Puluh Dua Miliar Seratus Tujuh Puluh Tiga Juta Empat Ratus Dua Puluh Lima Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Rupiah) diduga berjalan tidak sesuai Detail Engeenering Desigh(DED).
Dugaan tersebut ada pada pengadaan material besi. Besi yang dipakai pada proyek tersebut disinyalir tidak sesuai speksifikasi. Kemudian dugaan tidak sesuai speks juga ada pada meterial semen. Semen yang dipakai bukan Semen Padang, tetapi Semen Merdeka, secara harga satuan kedua material semen tersebut jauh berbeda.
Kecurigaan publik juga tertuju pada penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Diduga bbm yang dipakai bbm bersubsidi jenis solar oleh PT. BASUKI RAHMATA PUTRA (BRP).
Anehnya, tiga pejabat publik dari Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang (BWSS V Padang) yang sangat berkompeten untuk memberikan penjelasan terhadap hal tersebut diduga tidak kooperatif saat dikonfirmasi media.
Saat media melakukan konfirmasi kepada Naryo Widodo sebagai Kepala BWSS V Padang, Kepala Satker SNVT Jaringan Sumber Daya Air Batanghari bernama Sony dan PPK kegiatan bernama Rifki. Ketiga pihak tersebut terindikasi tidak koopertif , pihak tersebut terkasan "bungkam".
Tidak kooperatif nya pejabat publik tersebut saat dikonfirmasi menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat Sumatera Barat.
Seorang aktivis dan penggiat hukum menanggapi hal itu bicara sumbang. Mahdiyal Hasan, SH sebagai aktivis anti korupsi bicara sumbang dengan mengatakan, diamnya pejabat publik itu menjadi penyebab kecurigaan yang sangat kuat dilingkungan masyarakat.
"Sikap diam atau tidak memberikan tanggapan dari pejabat publik ketika dikonfirmasi mengenai suatu isu atau pertanyaan dapat menimbulkan kecurigaan di mata masyarakat," ujar Mahdiyal pada Rabu(25/6) di Padang.
Kecurigaan ini muncul, katanya, karena masyarakat merasa bahwa ketidakjelasan informasi atau respons dari pejabat publik dapat mengindikasikan adanya sesuatu yang disembunyikan, tidak transparan atau bahkan kesalahan yang ingin ditutupi.
Diluar konteks hukum, sikap diam pejabat publik dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian(Apatisme) atau ketidaksiapan dalam menghadapi isu yang sedang mereka hadapi, imbuhnya.
Kata Mahdiyal, sikap diam pejabat publik tersebut akan menimbulkan kecurigaan. Masyarakat tentu mengharapkan informasi yang jelas dan terbuka dari pejabat publik. Diamnya mereka dapat dianggap sebagai upaya untuk menghindari akuntabilitas dan transparansi, tegasnya.
"Jika pejabat publik diam terkait suatu isu yang melibatkan potensi kesalahan atau penyimpangan, masyarakat cenderung berasumsi bahwa ada sesuatu yang ingin ditutupi atau disembunyikan," ujarnya.
Dia menuturkan, bahwa sikap diam juga bisa menimbulkan kesan bahwa pejabat publik tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi masyarakat atau tidak siap untuk bertanggung jawab.
Pengacara muda itu menegaskan, penting bagi pejabat publik untuk memberikan tanggapan yang jelas dan informatif ketika dikonfirmasi mengenai suatu isu, meskipun tanggapan tersebut mungkin tidak selalu menyenangkan.
"Keterbukaan dan transparansi akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparatur negara,"pungkasnya.
Ada apa pada pelaksanaan mega proyek tersebut..?
Hingga berita lanjutan ini diterbitkan media masih tahal mengumpulkan data-data serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.(cr)