Dugaan penggunaan material ilegal dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis (Spektek) mencuat setelah investigasi lapangan yang dilakukan oleh tim media mengalami hambatan.
Dilansir dari suaraadhiyaksa.com, tim jurnalis yang berusaha meninjau proyek fisik tersebut justru dilarang masuk oleh pihak humas proyek. Seorang petugas humas yang mengaku bernama Eka menolak memberikan akses, kendati tim telah memperkenalkan identitas dan maksud kedatangan.
Pelarangan tersebut memicu kecurigaan, terlebih setelah diketahui bahwa konsultan pengawas proyek sebenarnya berada di lokasi namun enggan menemui awak media.
Penelusuran lebih lanjut melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumatera Barat, Novi Eryanto, mengungkap adanya informasi yang keliru dari pihak humas.
"Untuk informasi lebih lanjut, silakan konfirmasi kepada ahli K3, kontraktor maupun konsultan pengawas," ujar Novi melalui pesan WhatsApp kepada wartawan, Senin (5/8).
Dalam komunikasi lanjutan, saat disampaikan bahwa beberapa pekerja terlihat melakukan aktivitas di ketinggian tanpa alat pengaman seperti safety belt atau body harness, Novi membantah.
Ia mengklaim bahwa seluruh pekerjaan berisiko tinggi telah dilakukan sesuai standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Konstruksi (SMKKK), dan telah dilakukan briefing oleh pengawas.
Namun fakta di lapangan menunjukkan kurangnya transparansi dalam pelaksanaan proyek. Papan informasi proyek tidak mencantumkan tanggal mulai pekerjaan, bahkan tidak ditemukan keberadaan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang lazimnya menjadi bagian administrasi standar dalam proyek konstruksi pemerintah.
Proyek dengan nomor kontrak 640/02/FISIK/CK-BMCKTR/V-2025 bernilai Rp 20,35 miliar ini memiliki masa pelaksanaan selama 210 hari kalender, namun jadwal riil pelaksanaan di lapangan tidak diketahui publik.
Ketiadaan informasi yang terbuka serta sikap tertutup dari pelaksana proyek menimbulkan tanda tanya besar. Indikasi penggunaan material ilegal turut mencuat seiring tidak adanya akses verifikasi oleh pihak independen. Praktik semacam ini, jika terbukti, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum dan merugikan keuangan negara.
Sebagai pelaksana kegiatan, Dinas BMCKTR Sumbar menggandeng PT. NHK Jaya Mandiri sebagai kontraktor pelaksana dan PT. Prisma Karya Utama sebagai konsultan pengawas. Kedua pihak ini kini berada di bawah sorotan publik atas dugaan penyimpangan teknis dan administratif dalam pembangunan fasilitas keagamaan yang seharusnya menjunjung nilai keterbukaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Dinas BMCKTR Sumbar juga telah dikaitkan dengan proyek bermasalah lainnya, termasuk pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar yang kini tengah berada dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Padang.
Minimnya transparansi, dugaan penyimpangan material, serta lemahnya pengawasan di lapangan menambah daftar panjang proyek infrastruktur di Sumatera Barat yang menuai kritik.(tim)
Editor : Chairur Rahman