MR.com,Pesisir Selatan| Di tengah sorotan publik terhadap transparansi proyek negara, Kepala Satker Pelaksana Prasarana Strategis(PPS) Sumatera Barat, Aljihat, S.T., M.T., diduga bersikap abai terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi. Sikap bungkamnya ketika dikonfirmasi media terkait kelanjutan pembangunan Pasar Painan memantik kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk dari lembaga pengawas independen.
Proyek Pasar Painan yang sempat mangkrak hampir satu tahun, kini kembali digulirkan dengan anggaran baru sebesar Rp21 miliar dari kas negara. Pekerjaan tersebut dilanjutkan oleh PT Bumi Zaitun dengan waktu pelaksanaan 210 hari kalender dan masa pemeliharaan 180 hari. Namun, sejak proyek itu kembali digelar pada tahun anggaran 2025, tanda-tanda aktivitas lapangan nyaris tak terlihat.
Baca : Pasar Painan dan Bayang-bayang Putus Kontrak, Antara Janji Pemerintah dan Derita Pedagang
Ketika tim media menelusuri lokasi pekerjaan, tak tampak pergerakan berarti dari pihak kontraktor. Di sekitar kawasan proyek, papan nama kegiatan justru menimbulkan tanda tanya besar. Informasi penting seperti tanggal Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) tidak tercantum sebagaimana mestinya, padahal itu merupakan salah satu bentuk keterbukaan yang diatur dalam ketentuan pengelolaan proyek negara.
Ketidakterbukaan informasi itu jelas mengundang tanya. Pasar yang semestinya menjadi urat nadi ekonomi masyarakat Painan justru terbengkalai, menimbulkan efek domino terhadap pendapatan pedagang kecil dan perputaran ekonomi lokal.
Saat dikonfirmasi pada Senin (10/11) melalui sambungan telepon, Aljihat yang menjabat sebagai Kepala Satker Pelaksana Prasarana Strategis Sumbar memilih diam. Tak ada keterangan resmi yang diberikan, bahkan untuk sekedar penjelasan administratif mengenai progres atau kendala teknis pelaksanaan proyek tersebut.
Sikap bungkam itu mendapat sorotan keras dari Komisariat LMR RI Sumatera Barat, Ir. Sutan Hendy Alamsyah, yang menilai pejabat publik semestinya tidak menutup diri dari pengawasan masyarakat.
“Kepala Satker itu adalah pejabat publik. Dia mengelola uang negara, maka publik berhak tahu sejauh mana realisasi proyek itu berjalan,” tegas Hendy.
Kalau bersikap diam terhadap media dan masyarakat, itu bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas keterbukaan informasi publik, lanjutnya.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, pejabat publik memiliki kewajiban untuk transparan dan akuntabel, terutama dalam proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan jelas menyebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui proses, nilai kontrak, serta pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dibiayai negara.
Minimnya transparansi dan lemahnya komunikasi publik dari pejabat terkait dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah yang membidangi pembangunan infrastruktur strategis.
Sementara itu, publik menanti langkah tegas dari Kementerian PUPR selaku otoritas pembina, untuk memastikan proyek senilai miliaran rupiah itu tidak kembali menjadi simbol kegagalan tata kelola proyek publik di Sumatera Barat.
Hingga berita diterbitkan media masih tahap menghimpun data-data informasi serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman
Editor : Redaksi

