Mitra Rakyat
Sunday, November 9, 2025, Sunday, November 09, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-10T07:18:18Z
Padang

Proyek Negara Dalam Pengelolaan BWSS V Padang Tuai Sorotan, Siapakah Komisaris Utama di Balik Bungkamnya Kontraktor?

banner 717x904


MR.com, Padang | Di tengah gencarnya program ketahanan pangan nasional, proyek rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi senilai Rp56 miliar yang digarap PT Brantas Abipraya (Persero) justru terseret dalam pusaran sorotan publik. Proyek negara di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V) Padang, kini menjadi buah bibir di Sumatera Barat.


Tak hanya soal kualitas pekerjaan, aroma ketertutupan informasi dan dugaan pelanggaran hukum mulai menguarkan dari proyek yang tersebar di 14 kabupaten/kota dengan 32 titik pekerjaan itu. Program yang sejatinya ditujukan untuk memperkuat sistem irigasi nasional justru menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi, akuntabilitas, dan integritas pengelolanya.


Bungkamnya Kontraktor dan Bayang Ketertutupan


Ketika media berupaya menelusuri pelaksanaan proyek di lapangan, Syahrudin, yang dikenal dengan sapaan Pak Ujang, sebagai pelaksana lapangan PT Brantas Abipraya, dia justru memilih diam seribu bahasa. Saat dimintai keterangan mengenai nama Komisaris Utama perusahaan maupun titik lokasi pekerjaan, ia enggan berkomentar.


Baca : Diduga Langgar Spek dan Aturan K3, Proyek Irigasi 56 Miliar di Bawah BWSS V Padang Disorot


Pesan konfirmasi yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp terbaca, namun tak berbalas. Diamnya pihak kontraktor ini kian memicu dugaan adanya sesuatu yang disembunyikan.


“Diamnya kontraktor menambah catatan hitam bagi PT Brantas Abipraya sebagai perusahaan BUMN yang mengelola proyek negara,” kata Ir. Sutan Hendy Alamsyah, Komisariat LMR RI Sumatera Barat, kepada wartawan di Padang, Ahad (9/11).


Menurut Sutan Hendy, sikap tertutup itu bukan sekadar kelalaian komunikasi publik. Ia menilai tindakan itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik, including BUMN untuk memberikan akses informasi terkait pelaksanaan kegiatan yang menggunakan dana negara.


“Jika kontraktor enggan memberi keterangan, patut diduga ada sesuatu yang tidak beres. Ini bukan hanya persoalan etika, tetapi bisa masuk ke ranah hukum,” ujarnya menegaskan.


Dugaan Material Ilegal dan Pelanggaran K3


Selain persoalan transparansi, LMR RI Sumbar juga mengungkap indikasi pelanggaran terhadap standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Di lapangan, sejumlah pekerja disebut tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai ketentuan nasional.


“Beberapa pekerja bahkan terlihat bekerja tanpa helm proyek, sepatu safety, dan rompi reflektif. Ini jelas melanggar aturan K3 sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 1996,” ungkap Sutan Hendy.



Tak berhenti di sana, dugaan penggunaan material tambang ilegal juga menyeruak. Material batu dan pasir yang digunakan di beberapa titik proyek disebut berasal dari tambang tanpa izin resmi. Jika benar, praktik ini bukan hanya melanggar peraturan lingkungan hidup, tetapi juga menabrak Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara dan denda miliaran rupiah.


Bayang Nama Wamen PUPR


Salah satu isu paling sensitif dalam pusaran proyek ini adalah keterkaitan nama besar Komisaris Utama PT Brantas Abipraya, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri PUPR. Menurut laman Wikipedia, pejabat tersebut memang masih tercatat sebagai Komisaris Utama Brantas Abipraya dan menduduki posisi strategis di kementerian yang menjadi “pemberi kerja” proyek tersebut.


“Nama besar Wamen PUPR seolah menjadi tameng bagi kontraktor untuk bersikap sewenang-wenang di lapangan. Ini persoalan etik dan moralitas jabatan publik,” ujar Sutan Hendy.


Kondisi ini, kata dia, menciptakan konflik kepentingan (conflict of interest) yang dapat mencederai prinsip good governance. Dalam konteks hukum administrasi negara, keterlibatan pejabat aktif dalam posisi ganda di BUMN pelaksana proyek kementeriannya bisa berimplikasi pada dugaan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.


Proyek Ketahanan Pangan yang Kehilangan Rasa Keadilan


Hingga berita ini diturunkan, PT Brantas Abipraya belum memberikan klarifikasi resmi atas berbagai dugaan tersebut, baik terkait 32 titik pekerjaan, penggunaan material ilegal, maupun isu konflik kepentingan pejabat negara.


Sementara publik menanti jawaban, proyek yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan petani justru berubah menjadi potret buram pengelolaan proyek pemerintah, di mana transparansi dan akuntabilitas tergerus oleh diamnya para pelaksana.


Di atas kertas, proyek Rp56 miliar itu diharapkan meningkatkan produksi pertanian dan memperkuat infrastruktur irigasi. Namun di lapangan, yang muncul justru pertanyaan mendasar, Apakah proyek ketahanan pangan ini benar-benar untuk rakyat, atau hanya menjadi ladang basah bagi segelintir elite yang bersembunyi di balik bendera BUMN?


Media masih menunggu klarifikasi pihak PT.Brantas Abypraya dan upaya konfirmasi pihak terkait lain hingga berita ini diterbitkan.


Penulis : Chairur Rahmam

Editor    : Redaksi

Terkini