MR.com,Kepulauan Mentawai | Di atas laut lepas Mentawai, berdiri sisa-sisa beton yang dulu digadang sebagai simbol kemajuan. Kini, Dermaga Pelabuhan Bajau amblas sedalam 1,7 meter tenggelam bersama harapan masyarakat pesisir dan kredibilitas proyek pemerintah bernilai Rp24,9 miliar.
Pembangunan dermaga yang dibiayai dari APBN 2019–2020 melalui Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut) itu semula dimaksudkan menjadi pintu logistik baru bagi Kepulauan Mentawai, wilayah yang hidup dari denyut transportasi laut. Namun tak lama setelah rampung, struktur dermaga retak dan tiang pancang kehilangan daya dukung. Tak ada kapal yang bersandar, tak ada aktivitas bongkar muat, yang tersisa hanya beton rapuh di atas laut biru.
“Dermaga tersebut runtuh dan amblas sekitar 1,7 meter, sehingga tidak bisa dimanfaatkan,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumbar, M. Rasyid, Jumat (7/11).
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan sejak April 2025. Artinya, ada dugaan kuat tindak pidana korupsi di balik proyek yang semestinya menjadi urat nadi ekonomi masyarakat Bajau itu.
Sejauh ini, tim penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) telah memeriksa 20 saksi, mulai dari pejabat Dinas dan Kementerian Perhubungan, pihak kontraktor, konsultan perencana dan pengawas, hingga ahli konstruksi. “Penyidik berhati-hati. Kami ingin setiap langkah hukum bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Kasidik Pidsus, Lexy Fatharany Kurniawan, yang mendampingi Rasyid.
Dari hasil pemeriksaan awal, penyidik menemukan bahwa pekerjaan konstruksi tidak sesuai spesifikasi kontrak. Struktur dermaga tidak memenuhi standar teknis yang mampu menahan tekanan gelombang dan arus Mentawai yang kuat. “Ada pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, itulah yang menyebabkan amblasnya struktur,” kata Rasyid.
Temuan itu mengindikasikan pelanggaran kontraktual serius. Dalam proyek bernilai puluhan miliar, setiap pekerjaan mestinya diawasi ketat oleh konsultan dan pengawas lapangan. Fakta bahwa dermaga gagal total dalam waktu singkat membuka dugaan adanya manipulasi volume pekerjaan, penggunaan material di bawah standar, hingga kolusi antar pihak pelaksana.
Kini, sorotan publik tertuju pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumbar yang tengah menghitung potensi kerugian negara. Audit itu menjadi kunci penetapan tersangka. “Kami menunggu hasil audit BPKP. Itu dasar hukum untuk langkah berikutnya,” tegas Rasyid.
Namun waktu terus berjalan. Sejak penyidikan dibuka, belum satu pun nama ditetapkan sebagai tersangka. Sementara di lapangan, masyarakat Bajau masih menatap dermaga yang hancur, menjadi monumen diam dari proyek gagal yang menelan miliaran rupiah uang rakyat.
Bagi warga pesisir, dermaga bukan sekadar bangunan beton, tapi akses hidup. Tanpanya, harga logistik melonjak, pasokan barang tersendat, dan keterisolasian kembali menghantui. “Proyek seperti ini menyangkut hajat hidup masyarakat. Maka setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan,” ujar Rasyid.
Kini, Kejati Sumbar berjanji menuntaskan penyidikan. Tapi di tengah laut Siberut, yang tersisa hanyalah tiang-tiang bengkok dan debur ombak yang mengingatkan: beton bisa amblas, tapi keadilan tak boleh ikut tenggelam.
Hingga berita diterbitkan media masih tahap mengumpulkan data dan informasi serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.(Dirgantara)
Editor : Redaksi

