Mitra Rakyat
Sunday, December 21, 2025, Sunday, December 21, 2025 WIB
Last Updated 2025-12-21T02:45:50Z

Rapor Merah Sekretariat DPRD Sumbar, Diduga Terjerat Krisis Serapan Anggaran

banner 717x904


MR.com, Padang| Menjelang detik-detik “ketuk palu” penutupan Tahun Anggaran 2025, Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Barat justru terseret ke dalam pusaran krisis manajerial yang serius. Dana publik sebesar Rp40.256.019.045 terancam mengendap sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), sebuah ironi di tengah kebutuhan publik yang mendesak dan semangat efektivitas belanja negara.


Rendahnya serapan anggaran ini bukan sekedar persoalan teknis administratif, melainkan memantik kecurigaan publik atas kegagalan sistemik dalam tata kelola keuangan di bawah kendali Sekretaris DPRD Sumbar, Drs. Maifrizon, M.Si. Hingga 21 Desember 2025, realisasi keuangan baru menyentuh 77,98 persen, menyisakan deviasi minus 22,02 persen, angka yang sulit ditoleransi menjelang tutup buku anggaran.


Bungkam di Tengah Krisis Akuntabilitas


Alih-alih memberikan penjelasan terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, Maifrizon justru memilih bungkam. Upaya konfirmasi media terkait deviasi keuangan dan ancaman membengkaknya SiLPA tidak mendapat respons. Sikap ini dinilai kontraproduktif terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.


Dalam perspektif hukum administrasi negara, pembiaran terhadap rendahnya serapan anggaran berpotensi dikualifikasikan sebagai maladministrasi, terlebih jika berdampak pada terganggunya pelayanan kelembagaan DPRD sebagai representasi rakyat.


Mengulang Sejarah Temuan BPK


Masalah ini bukan fenomena baru. Publik Sumatera Barat masih mencatat bagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI pada tahun-tahun sebelumnya kerap menyoroti Sekretariat DPRD Sumbar. Mulai dari lemahnya pengendalian belanja, perjalanan dinas bermasalah, hingga kelebihan pembayaran yang berujung pada potensi kerugian daerah.


Pelantikan Maifrizon sebagai Sekretaris DPRD definitif pada Agustus 2025 semula dipandang sebagai momentum korektif. Namun, data realisasi anggaran justru menunjukkan pola lama yang berulang, seakan menjadi “penyakit kronis” ditata kelola keuangan yang belum juga sembuh.


Program Strategis Lumpuh


Sejumlah indikator kinerja mengonfirmasi kegagalan tersebut. Program Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Barang Milik Daerah mencatat deviasi fisik hampir sempurna di angka -95 persen. Fakta ini menandakan pengawasan aset daerah praktis lumpuh sepanjang tahun anggaran.


Dukungan administratif terhadap fungsi legislasi pun tersendat. Penyusunan Program Kerja DPRD baru mencapai 20 persen, mencerminkan lemahnya peran Sekretariat dalam menopang kerja konstitusional para wakil rakyat.


Tak kalah memprihatinkan, pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor hanya terealisasi 5 persen secara fisik, meninggalkan lubang deviasi -95 persen yang sulit dijustifikasi secara perencanaan maupun pelaksanaan.


Administrasi Macet, Uang Negara Terpenjara


Kesenjangan tajam antara realisasi fisik (86,80 persen) dan realisasi keuangan (77,98 persen) membuka tabir persoalan klasik birokrasi lainnya, pekerjaan di lapangan hampir rampung, tetapi pembayaran tersendat di meja administrasi. Dugaan kuat mengarah pada proses pencairan yang macet, sehingga hak pihak ketiga tertahan dan anggaran negara “terpenjara” di kas daerah.


Dalam kerangka pengelolaan keuangan negara, kondisi ini merupakan indikator kegagalan perencanaan dan eksekusi anggaran, yang secara langsung akan memperbesar SiLPA, sebuah paradoks di tengah klaim kinerja.


Desakan Evaluasi dan Audit Investigatif


Ketidakmampuan mengakselerasi sisa anggaran Rp40,2 miliar menjelang akhir tahun menjadi sinyal kuat perlunya evaluasi jabatan oleh Gubernur Sumatera Barat. Publik juga mendesak BPK RI untuk tidak berhenti pada audit rutin, melainkan melakukan audit investigatif guna memastikan apakah rendahnya serapan ini murni akibat inkompetensi manajerial, atau justru menutupi ketidakberesan administrasi yang selama ini menjadi “langganan” temuan.


Di penghujung tahun anggaran, pertanyaan publik kian mengeras, apakah Sekretariat DPRD Sumbar sedang mengalami kegagalan tata kelola, atau sedang menumpuk masalah yang kelak kembali meledak dalam lembar LHP BPK berikutnya? Waktu dan audit akan menjawabnya.


Hingga berita ini diterbitkan media masih dalam tahap mengumpulkan data dan informasi serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya. Tim


Editor : Redaksi

Terkini