MR.com,Solok| Instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menertibkan praktik pertambangan tanpa izin (PETI) tampaknya belum menggema hingga ke pelosok Solok. Dilansir dari Berita Editor edisi 7 September 2025, aktivitas tambang ilegal kembali menggeliat di sejumlah titik rawan.
Dari Kecamatan Hilir Gumanti, Payung Sekaki, hingga Tigo Lurah, suara mesin dompeng dan alat berat kembali bersahutan di tepian sungai. Menurut sumber lapangan, para pemain lama yang sempat tiarap kini berani muncul lagi, menempati lokasi-lokasi lama yang sebelumnya telah ditutup.
Ironisnya, geliat baru PETI ini disebut-sebut melibatkan seorang tokoh masyarakat di Jorong Rumah Gadang, Nagari Supayang, Kecamatan Payung Sekaki. Dugaan itu menambah panjang daftar pertanyaan tentang siapa sesungguhnya yang melindungi bisnis kotor ini.
Kapolsek Payung Sekaki, IPTU Maihendri, hanya memberi tanggapan pendek ketika dikonfirmasi. “Kami juga merasa dipermalukan dengan kondisi ini,” ujarnya singkat. Kalimat itu, meski sederhana, meninggalkan gema panjang, apakah aparat benar-benar kecolongan, atau ada sesuatu yang sengaja dibiarkan?
Presidium LSM Solok Lintas Nagari (Solina), Agandha Armen, menilai maraknya kembali PETI sebagai tanda kegagalan serius dalam penegakan hukum.
“Kepercayaan rakyat terhadap aparat sudah runtuh,” kata Agandha. “Jangan lagi ditambah drama-drama baru yang hanya merusak tatanan bernegara.”
Agandha juga menyinggung sosok buronan Polda Sumbar berinisial K, yang disebut masih leluasa mengendalikan aktivitas PETI di Solok, meski dua operatornya sudah divonis bersalah di pengadilan.
“Tidak sulit sebenarnya menangkap K dengan jaringan kepolisian yang begitu kuat. Pertanyaannya, ada apa hingga aparat tidak berani bertindak?” ujarnya dengan nada getir.
Maraknya kembali PETI di Solok pasca-instruksi presiden menunjukkan jurang lebar antara kehendak politik di pusat dan implementasi di daerah. Di lapangan, hukum tampak tumpul di hadapan tambang ilegal yang justru terus menebal dengan uang.
Masyarakat pun kian frustrasi. Di mata mereka, negara hadir hanya dalam pidato, tetapi absen di tengah kenyataan. Jika aparat tak segera bertindak tegas, wibawa negara akan terus terkikis, sementara PETI tetap menjadi “ladang emas” bagi segelintir orang yang meninggalkan luka bagi alam dan kerugian bagi bangsa.
Hingga berita ini ditayangkan media masih dalam tahap mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkai lainnya.
Sumber (BeritaEditor.com)
Editor : Chairur Rahman