MR.com, Payakumbuh| Deru ekskavator terdengar nyaring di bantaran Batang Agam, Payakumbuh, Sumatera Barat. Namun di balik aktivitas proyek yang diklaim untuk mengendalikan banjir itu, kecurigaan publik kian menyeruak.
Proyek lanjutan pengendalian banjir Batang Agam senilai Rp4,8 miliar, yang dikelola Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V) Padang, kini menjadi sorotan. Pekerjaan fisik dipercayakan kepada PT Bina Cipta Utama, dengan konsultan supervisi dari konsorsium PT Sarana Bhuana Jaya – PT Indra Jaya (Persero) – PT Rancang Mandiri.
Sejak isu penyimpangan mencuat, baik kontraktor maupun konsultan kompak memilih bungkam. Upaya konfirmasi redaksi kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BWSS V, Ilyas Firman, hanya berujung pada penolakan komentar. Pihak kontraktor yang disebut bernama Win Penes juga tak bersuara.
Indikasi pelanggaran mencuat lewat temuan sejumlah aktivis. Mahdiyal Hasan, S.H., pemerhati sungai dan pantai, menilai proyek ini sarat persoalan. “Ada indikasi penggunaan material ilegal, pemakaian BBM subsidi, dan pengabaian standar keselamatan kerja (K3),” ujarnya, Kamis, 28 Agustus 2025.
Menurut Mahdiyal, lemahnya pengawasan memperbesar peluang terjadinya penyimpangan. “Kalau material saja ilegal, bagaimana kualitas bangunannya? Kalau K3 diabaikan, siapa yang menjamin keselamatan pekerja? Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga nyawa dan lingkungan,” katanya.
Kontraktor pelaksana proyek Batang Agam disebut-sebut sama dengan pelaksana proyek Batang Kandis, yang sebelumnya sempat bermasalah. Dalam proyek itu, pihak berwenang disinyalir menemukan dugaan penggunaan material ilegal.
Mahdiyal mendesak aparat penegak hukum turun tangan. “Ini proyek strategis negara. Uang rakyat miliaran rupiah jangan sampai jadi bancakan,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, BWSS V Padang dan pihak kontraktor belum memberikan keterangan resmi. Publik kini menanti, apakah dugaan penyimpangan ini bakal diusut tuntas, atau kembali hilang ditelan derasnya arus Batang Agam.
Penulis : Chairur Rahman