MR.com, PADANG| Aroma pelanggaran hukum tercium dari jantung lembaga penegak hukum sendiri. Seorang aparatur sipil negara (ASN) aktif dengan jabatan strategis berinisial "A" yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Diduga "A" menggunakan nomor polisi palsu pada mobil pribadinya, Honda Stream berwarna abu-abu dengan plat BA 417 DI.
Dugaan itu mencuat setelah warga dengan profesi wartawan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menginformasikan kejanggalan pada plat kendaraan tersebut kepada media ini. Saat ditelusuri, nomor itu disinyalir tidak tercatat dalam basis data resmi Samsat Sumatera Barat.
“Nomor polisi itu tidak ada dalam daftar kendaraan aktif. Tidak ditemukan identitas pemiliknya, itu sudah kami lakukan investigasi," ujar seorang awak media yang enggan disebutkan namanya, pada Selasa (7/10/2025) waktu lalu.
Dia menyebut, mobil dengan plat mencurigakan itu kerap terlihat terparkir di area Kantor Kejati Sumbar dan itupun diakui salah seorang pegawai di Kejati Sumbar itu, tegasnya.
"Kendaraan itu milik A, ASN yang sehari-hari berdinas di lembaga yudikatif ini," demikian wartawan itu menjelaskan pengakuan dari ASN yang dimaksud.
Upaya konfirmasi yang dilakukan media belum membuahkan hasil. Wartawan telah menghubungi nomor telepon "A" 0811-665-xxx pada Rabu (8/10) yang saat itu masih aktif. Tidak sampai disitu, dalam melaksanakan tugas jurnalistik sesuai KEJ, wartawan juga telah mendatangi Kejati Sumbar pada Rabu(22/10) bentuk upaya melakukan konfirmasi, namun yang bersangkutan menurut info dari humas, "A" sedang dinas luar.
Secara hukum, penggunaan plat nomor palsu bukan perkara remeh. Pelakunya dapat dijerat Pasal 280 jo. Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman pidana kurungan dua bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.
Namun, jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk menyamarkan identitas kendaraan, perkara ini bisa berkembang menjadi dugaan pemalsuan dokumen negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Kasus ini menjadi ujian integritas bagi Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Jika tidak ditangani secara terbuka, publik bisa menilai lembaga penegak hukum tengah kehilangan cermin moralnya sendiri.
Kini, masyarakat menunggu langkah tegas kejaksaan untuk membuktikan bahwa supremasi hukum tidak berhenti di pagar kantornya sendiri.
Hingga berita ini diterbitkan redaksi masih menunggu jawaban konfirmasi dari "A" serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman
