MR.com, Padang| Dugaan penyelewengan distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali mencuat di Kota Padang. Sorotan publik kali ini mengarah pada SPBU bernomor 14.251.525 yang berlokasi di kawasan Air Pacah. Informasi lapangan mengindikasikan adanya praktik distribusi BBM subsidi yang menyimpang dari peruntukan sebagaimana ditetapkan negara.
Pemilik SPBU berinisial WA telah dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Senin, 22 Desember 2025. Namun hingga berita ini diterbitkan, owner SPBU yang juga dikenal sebagai seorang politikus itu memilih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi apa pun. Sikap diam tersebut justru memantik kecurigaan dan kritik dari berbagai kalangan.
Ketua Komisariat Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR RI) Sumatera Barat, Sutan Hendy Alamsyah, menilai dugaan penyelewengan distribusi BBM subsidi yang melibatkan SPBU bukanlah fenomena baru. Ia menyebut praktik serupa kerap berulang dan menunjukkan pola laten dalam tata kelola distribusi energi bersubsidi.
“Bicara soal penyelewengan distribusi BBM subsidi yang melibatkan pihak SPBU bukan hal yang baru untuk dibicarakan,” kata Sutan Hendy, Selasa, 23 Desember 2025, di Padang.
Menurutnya, praktik tersebut umumnya berkaitan dengan kepentingan segelintir pihak yang mengejar keuntungan secara melawan hukum, meskipun harus mengorbankan hak masyarakat luas. Padahal, BBM subsidi merupakan instrumen kebijakan negara untuk menjamin akses energi yang adil dan terjangkau bagi kelompok masyarakat yang berhak.
Secara normatif, distribusi BBM subsidi diatur secara ketat melalui regulasi sektor minyak dan gas bumi, termasuk mekanisme pengawasan berlapis oleh badan usaha, regulator, hingga aparat penegak hukum. Penyimpangan distribusi terlebih jika dilakukan secara terstruktur, masif, dan berulang. Itu sangat berpotensi melanggar prinsip good governance, merusak tujuan subsidi, serta membuka ruang terjadinya tindak pidana di sektor energi.
Sutan Hendy menegaskan bahwa persoalan ini tidak dapat dilepaskan dari lemahnya pengawasan internal SPBU. Bahkan, ia tidak menutup kemungkinan adanya relasi tidak sehat antara pengelola SPBU dengan oknum tertentu yang memanfaatkan celah pengawasan demi melancarkan praktik ilegal.
“BBM subsidi adalah hak masyarakat. Jika pengawasan longgar atau ada pembiaran, maka yang dirugikan adalah publik secara luas,” ujarnya.
Ia juga menyoroti lemahnya implementasi sistem barcode yang selama ini digadang-gadang mampu mendistribusikan BBM subsidi secara tepat sasaran dan real time. Dalam praktiknya, sistem tersebut dinilai masih mudah dimanipulasi. Satu orang, kata dia, bisa mengantongi banyak barcode dengan dalih perbedaan pelat nomor kendaraan, bahkan menggunakan kendaraan yang sama dengan nomor polisi yang digonta-ganti saat pengisian BBM subsidi.
Diamnya pemilik SPBU saat dimintai konfirmasi semakin mempertebal tanda tanya publik. Dalam perspektif hukum administrasi dan etika pelayanan publik, sikap tidak kooperatif dapat ditafsirkan sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas, terlebih dalam pengelolaan barang subsidi yang dibiayai oleh keuangan negara.
Kasus ini menegaskan urgensi audit menyeluruh terhadap pola distribusi BBM subsidi di tingkat SPBU, sekaligus perlunya tindakan tegas dari regulator energi dan aparat penegak hukum. Tanpa penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan, BBM subsidi beresiko terus menjadi ladang penyimpangan, alih-alih instrumen keadilan sosial sebagaimana mandat konstitusi.
Penyimpangan distribusi energi akan terus menjadi suara sumbang di telinga masyarakat apabila tidak segera dilakukan penertiban secara serius oleh pihak-pihak terkait.
Hingga berita ini diterbitkan, media masih menunggu klarifikasi dari WA serta upaya konfirmasi kepada pihak-pihak lain yang berwenang.
Penulis: Chairur Rahman


