MR.com, Padang | Dugaan penyelewengan distribusi BBM solar subsidi di SPBU Nomor 14.251.525, yang berlokasi di kawasan Air Pacah, By Pass Kota Padang, kian menemukan pijakan faktual. Investigasi di lapangan mengungkap indikasi praktik terstruktur yang melibatkan oknum petugas SPBU, sopir pelansir, hingga lemahnya fungsi pengawasan internal.
Seorang petugas SPBU berinisial NV mengakui adanya praktik pemberian “uang basa-basi” dari setiap pengisian solar subsidi. Uang tidak resmi itu, menurut pengakuannya, telah berlangsung cukup lama dan perlahan menjelma sebagai kelaziman.
“Kalau dulu memang ada pengaturan, termasuk pompa,” ujar NV kepada sumber investigasi, Ahad (21/12/2025).
Pengakuan itu mengarah pada pola distribusi yang menyimpang. NV menyebut, sempat ditetapkan pompa tertentu yang secara khusus digunakan untuk melayani pengisian solar subsidi. Pompa tersebut, kata dia, lebih sering melayani kendaraan yang “sudah dikenal”, bukan masyarakat umum sebagaimana mandat subsidi negara.
Fakta ini mempertebal dugaan adanya perlakuan istimewa dan diskriminatif dalam penyaluran BBM subsidi, sebuah praktik yang secara normatif bertentangan dengan prinsip keadilan distribusi dan asas pelayanan publik.
Sopir Pelansir Simpan Banyak Barcode
Dalam temuan terpisah, investigasi mendapati seorang sopir pelansir solar subsidi yang menggunakan kendaraan jenis dump truck menyimpan lebih dari satu barcode subsidi di dalam dompetnya. Padahal, sistem MyPertamina secara tegas hanya memperbolehkan satu barcode untuk satu kendaraan.
Kepemilikan barcode ganda membuka ruang pengisian berulang dalam waktu singkat. Skema ini berpotensi mengarah pada penimbunan solar subsidi dan pengalihan distribusi ke sektor non-subsidi jadi sebuah modus klasik yang selama ini menjadi momok dalam tata kelola BBM bersubsidi.
Secara hukum, praktik tersebut berpotensi melanggar ketentuan distribusi BBM subsidi Pertamina, penyalahgunaan sistem MyPertamina, hingga mengarah pada dugaan tindak pidana penyalahgunaan subsidi negara.
Peran Pengawas Dipertanyakan
Dalam struktur operasional SPBU 14.251.525, diketahui terdapat pengawas bernama Ilana. Namun, dengan mencuatnya dugaan praktik “uang basa-basi”, pengaturan pompa khusus, serta penggunaan barcode ganda, fungsi pengawasan internal SPBU kini berada di bawah sorotan tajam.
Belum diketahui sejauh mana pengawas mengetahui atau mengendalikan praktik-praktik tersebut. Namun, secara struktural dan normatif, pengawas SPBU memiliki kewajiban memastikan seluruh operasional berjalan sesuai regulasi Pertamina Patra Niaga dan ketentuan distribusi BBM subsidi.
Diamnya pengawasan, dalam konteks hukum administrasi, dapat ditafsirkan sebagai bentuk kelalaian. Dalam kondisi tertentu, kelalaian yang sistematis bahkan dapat bertransformasi menjadi pembiaran.
Pola Terorganisir
Rangkaian temuan ini mengindikasikan adanya pola permainan yang relatif rapi, pengakuan petugas soal uang tidak resmi, pengaturan pompa tertentu, kepemilikan barcode lebih dari satu, serta lemahnya kontrol pengawasan. Semua elemen itu menyatu dalam satu skema yang sulit disebut sebagai praktik sporadis.
Jika benar, praktik ini bukan sekedar pelanggaran prosedural, melainkan berpotensi menyeret pihak-pihak terkait ke ranah pidana penyalahgunaan subsidi negara, suatu kejahatan yang merugikan keuangan negara dan mencederai hak rakyat kecil.
Desakan Audit dan Penegakan Hukum
Masyarakat mendesak Pertamina Patra Niaga melakukan audit menyeluruh terhadap SPBU 14.251.525, termasuk evaluasi kinerja pengawas dan sistem distribusi internal. Selain itu, aparat penegak hukum diminta turun tangan untuk menelusuri dugaan praktik pelansiran, penimbunan, serta aliran keuntungan ilegal dari solar subsidi.
BBM subsidi adalah hak rakyat. Ketika pengawasan melemah dan praktik “uang basa-basi” dibiarkan, subsidi negara berubah wujud dari instrumen keadilan sosial menjadi komoditas bancakan segelintir pihak.
Hingga berita ini diterbitkan media masih dalam tahap menghimpun data dan informasi, serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya. Tim
Editor : Redaksi

