MR.com, Padang| Sikap apatis seorang pejabat publik kembali menjadi sorotan. Ketua Komisariat Lembaga Missi Reclaseering Republik Indonesia (LMR RI) Sumatera Barat, Sutan Hendy Alamsyah, menyayangkan ketertutupan Kepala Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumbar, Armizoprades, saat dikonfirmasi media terkait pelaksanaan proyek negara yang diduga sarat kejanggalan.
Armizoprades yang baru dilantik Gubernur Sumbar itu dinilai tidak kooperatif ketika dimintai klarifikasi mengenai proyek pembangunan jembatan ruas jalan Gerbang Teluk Kabung–Mandeh senilai Rp885 juta, yang dikerjakan oleh CV Tri Arjafa Sekawan melalui pembiayaan APBD Sumbar.
Proyek infrastruktur tersebut disinyalir menyimpan sejumlah persoalan teknis yang berpotensi berimplikasi hukum. Salah satunya adalah tidak sinkronnya pernyataan antara konsultan pengawas, Arizal Agus alias Zal, dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Willy, khususnya terkait sistem konstruksi abutmen jembatan. Perbedaan keterangan tersebut membuka ruang dugaan lemahnya pengendalian teknis dan administrasi proyek.
Baca : Diduga Abutmen Dicor Saat Lahan Digenangi Air, Isu Konsltan Merangkap Kontraktor Mencuat
Kejanggalan lain yang tak kalah serius adalah proses pengecoran abutmen yang diduga dilakukan dalam kondisi lahan tergenang air. Praktik semacam ini, bila terbukti, berpotensi melanggar prinsip teknis konstruksi dan standar mutu pekerjaan, serta bertentangan dengan asas kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara. Dampaknya bukan sekedar soal kualitas bangunan, tetapi juga menyangkut potensi kerugian keuangan daerah.
Ironisnya, saat rangkaian kejanggalan tersebut dikonfirmasi kepada Armizoprades selaku pimpinan tertinggi di Dinas BMCKTR Sumbar, yang bersangkutan justru terkesan bungkam. Sikap diam ini diduga disebabkan proyek tersebut telah dimulai sebelum Armizoprades resmi menjabat sebagai Kepala Dinas.
Namun, menurut Sutan Hendy Alamsyah, alasan tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran. Ia menegaskan bahwa sejak pelantikan, seluruh kewenangan dan tanggung jawab melekat secara hukum pada jabatan yang diemban.
“Diamnya Armizoprades justru menimbulkan asumsi negatif di tengah publik. Ada apa di balik sikap bungkam KPA itu?” ujar Sutan Hendy, Jumat (19/12) di Padang.
Secara normatif, seorang kepala dinas sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki kewajiban melekat untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk terhadap proyek yang sedang berjalan. Ketertutupan informasi justru berpotensi melanggar prinsip good governance dan keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam regulasi.
Bungkamnya Armizoprades pun memicu pertanyaan serius mengenai kapabilitas dan integritas pejabat yang ditunjuk Gubernur tersebut. Publik mulai mempertanyakan, apakah penunjukan itu murni demi percepatan dan kualitas pembangunan Sumatera Barat, atau justru menyimpan kepentingan lain yang enggan dibuka ke ruang publik.
Dalam konteks hukum dan tata kelola pemerintahan, sikap diam bukanlah pilihan aman. Sebaliknya, ia dapat menjadi pintu masuk lahirnya kecurigaan, sekaligus alarm awal bagi aparat pengawas untuk menelusuri lebih jauh dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek negara.
Hingga berita ini diterbitkan media masih menunggu klarifikasi Kadis BMCKTR Sumbar serta upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman (Wartawan Madya)
Editor : Redaksi


