MR.com, Sumbar| Pembangunan Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat terus menunjukkan kemajuan. Hingga akhir Juli 2025, progres fisik proyek telah mencapai 15 persen. Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumatera Barat menyebut pekerjaan masih berjalan sesuai jadwal.
“Progres saat ini masih on schedule, sesuai dengan time schedule pelaksanaan yang telah disusun,” ujar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Novi Eryanto, kepada salah satu tim investigasi media, awal Agustus ini.
Proyek yang dilaksanakan oleh kontraktor PT NHK Jaya Mandiri itu memiliki masa pengerjaan selama 210 hari kalender, sejak penandatanganan kontrak pada Mei 2025. Hingga kini, menurut Novi, pekerjaan berlangsung tanpa hambatan berarti.
Namun, pembangunan gedung ini tidak lepas dari prasyarat teknis yang ketat. Salah satunya, penyedia diwajibkan menyertakan surat dukungan dari produsen atau distributor resmi genset 150 KVA Hartech Diesel Ultra Silent Type Perkins 1106A-70TAG2. Selain itu, dukungan dari perusahaan batching plant juga menjadi kewajiban untuk menjamin mutu beton.
“Apabila ditemukan penggunaan peralatan dari pihak berbeda dengan yang tercantum dalam surat dukungan, itu bisa dikenai sanksi. Hal ini merujuk pada dokumen pengadaan dan perjanjian kontrak,” tegas Novi.
Pelaksana lapangan PT NHK Jaya Mandiri, Kawe Zulhendri, memastikan bahwa pihaknya telah melakukan pemesanan alat sesuai spesifikasi kontrak.
Baca : Dugaan Material Ilegal dan Minimnya Transparansi Bayangi Proyek Gedung MUI Sumbar
“Kita dari awal sudah purpose order untuk Genset 150 KVA Hartech Diesel Ultra Silent Type Perkins 1106A-70TAG2. Informasi dari pabrikan menyebutkan unit siap dan direncanakan mobilisasi bulan ini,” ujar Kawe melalui pesan WhatsApp.
Namun di lapangan, proyek ini mulai menuai sorotan. Sejumlah wartawan yang berupaya meliput progres pembangunan justru mendapat penolakan dari kontraktor dan konsultan pengawas. Sikap tertutup ini memicu reaksi keras dari publik, termasuk dari aktivis LSM.
“Sikap kontraktor ini sangat disayangkan. Proyek ini dibiayai oleh uang rakyat, bukan proyek privat. Ketika akses informasi ditutup, wajar jika publik mencurigai ada yang disembunyikan,” kata Sulaiman, jurnalis sekaligus aktivis LSM Koalisi Anak Negeri (KOAD) Sumbar.
Sulaiman mengaku telah mengikuti proyek ini sejak pencairan uang muka sebesar Rp4,07 miliar pada akhir Mei lalu. Namun hingga kini, belum tersedia kanal resmi untuk memantau progres dan kesesuaian teknis di lapangan.
“Kami menduga ada ketidaksesuaian antara surat dukungan peralatan dan barang yang digunakan. Jika benar, ini pelanggaran serius yang bisa masuk ranah pidana pengadaan barang dan jasa,” ujar Sulaiman.
Atas dasar itu, KOAD Sumbar mendesak Dinas BMCKTR Sumbar untuk membuka akses informasi publik, termasuk isi kontrak, daftar peralatan, dan progres mingguan. Mereka juga meminta Inspektorat Daerah dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat turun tangan melakukan audit investigatif.
“Ketertutupan informasi ini dapat memicu mistrust publik yang lebih luas,” kata Sulaiman.
Pihak Dinas BMCKTR maupun kontraktor belum memberikan tanggapan atas desakan audit dan keterbukaan tersebut. Media masih berupaya menghubungi pihak terkait untuk konfirmasi lanjutan. (tim)
Editor : Chairur Rahman