Articles by "Opini"

1 #Kajati #Kajari #Sumbar #Pasbar 4 #Pasbar 1 #Pasbar #IMI 1 #sunatanmasal #pasbar #kolaboraksi 1 17 Agustus 1 AAYT 1 Administrasi 6 Agam 1 Agama 1 Aia Gadang 1 Air mata 1 Ajudan 1 Akses 4 Aksi 1 Amankan 1 Ambulance 1 Anam Koto 1 Anggaran 6 APD 1 Arogan 2 Artikel 1 Aset 1 Asimilasi 1 ASN 1 Atlet 1 ATR 2 Aturan 1 Babinkamtibmas 1 Baharuddin 1 Balon 1 Bandung 1 Bansos 1 Bantah 7 Bantuan 1 Batu Sangkar 1 Bawaslu 1 Baznas 1 Baznas Pasbar 1 Bebas 1 Bedah Rumah 1 Belajar 1 Belanja 4 Bencana 2 Berbagi 1 Berjoget 1 Bhakti 1 Bhayangkara 1 Bhayangkari 2 Bina Marga 1 BK 1 BKPSDM 1 BLPP 1 BLT Dana Desa 3 BNN 4 BNNK 1 Bocah 1 Bogor 1 Box Redaksi 1 Boyolali 9 BPBD 1 BPK RI 1 BPN 1 BTN 1 BTT 8 Bukittinggi 1 Bully 17 Bupati 3 Bupati Pasbar 1 Cacat Hukum 1 Calon 1 Camat 1 Cerpen 6 Corona 1 Covid 29 Covid 19 16 Covid-19 1 CPNS 1 cross 1 dampak 1 Dana 1 Dandim 1 Data 1 Demo 1 Dermawan 3 Dharmasraya 1 Dilaporkan 1 dinas 2 Dinkes 1 Dinsos 2 Direktur 3 Disinfektan 4 DPC 2 DPD 1 DPD Golkar 1 DPD PAN 1 DPP 12 DPRD 3 DPRD Padang 1 DPRD Pasbar 1 Dukungan 1 Duta Genre 1 Emma Yohana 2 Erick Hariyona 1 Ershi 1 Evakuasi 1 Facebook 1 Forkopimda 1 Formalin 1 Fuso 1 Gabungan 1 Gempars 1 Geoaprk 3 Gerindra 1 Gor 1 Gudang 3 gugus tugas 3 Hakim 2 HANI 1 Hari raya 1 Haru. 1 Hilang 1 Himbau 2 Hoax 1 Hujat 2 Hukum 1 Humas 1 HUT 1 Hutan Kota 1 idul adha 1 Ikan Tongkol 1 Iklan video 1 Ikw 2 Ilegal mining 1 Incasi 1 Inspektorat 1 Intel 3 Isolasi 1 Isu 1 Jabatan 33 Jakarta 3 Jalan 1 Jambi 3 Jateng 6 Jubir 1 Jumat berbagi 1 Jurnalis 10 Kab. Solok 2 Kab.Agam 4 Kab.Padang Pariaman 3 Kab.Pasaman 2 Kab.Solok 2 Kab.Solok Selatan 1 Kabag 3 Kabid 2 Kabupaten Pasaman 1 Kader 3 Kadis 1 Kajari 2 Kalaksa 1 Kanit 1 Kapa 10 Kapolres 1 Karantina 6 Kasat 1 Kasi 1 KASN 1 Kasubag Humas 1 Kasus 1 Kebakaran 1 Kejahatan 1 Kemanusiaan 1 Kemerdekaan 2 Keracunan 1 Kerja 1 Kerja bakti 1 kerjasama 2 Kesbangpol 1 Kesenian Daerah 1 Kesra 2 Ketua 2 Ketua DPRD 1 Kinali 2 KKN 1 Kodim 2 KOK 3 Kolaboraksi 2 Komisi 1 Komisioner 4 KONI 1 KONI PASBAR 1 Kontak 1 Kontrak 1 Kopi 4 Korban 1 Korban Banjir 1 Korupsi 15 Kota Padang 2 Kota Solok 3 KPU 2 Kriminal 4 kuasa hukum 1 Kuliah 1 Kupon 1 Kurang Mampu 1 Kurban 1 Labor 1 Laka Lantas 1 Lalulintas 1 Lantas 5 Lapas 3 Laporan 1 Laporkan 2 Laskar 1 Lebaran 2 Lembah Melintang 1 Leting 1 Limapuluh Kota 1 LKAAM 1 Lubuk Basung 3 Maapam 3 Mahasiswa 1 Maligi 1 Masjid 3 Masker 1 Medsos 1 Melahirkan 1 Mengajar 2 Meninggal 5 Mentawai 1 metrologi 1 Milenial 1 MoU 1 MPP 1 MRPB 2 MRPB Peduli 1 MTQ 2 Mujahidin 3 Muri 1 Nagari 1 Narapidana 6 Narkoba 28 Nasional 1 Negara 2 Negatif 5 New Normal 2 New Pasbar 88 News Pasbar 1 Ngawi 1 ninik mamak 2 ODP 1 OfRoad 2 Oknum 2 olah raga 2 Operasi 127 Opini 1 Opino 1 OTG 2 PAC 1 Pada 673 Padang 7 Padang Panjang 18 Padang Pariaman 1 Painan 1 Pakar 4 Pandemi 1 Pangan 1 Pantai Maligi 1 Panti Asuhan 6 Pariaman 1 Paripurna 2 pariwara 1 Pariwisata 1 Partai 1 Pasaan 93 Pasaman 27 Pasaman Barat 521 Pasbar 1 Pasbat 1 Pasien 1 Paslon 1 Patuh 4 Payakumbuh 1 Pdamg 2 PDIP 4 PDP 6 Peduli 1 peduli lingkungan 1 Pegawai 2 Pelaku 3 Pelanggaran 3 Pemalsuan 1 Pemasaran 1 pembelian 1 Pembinaan 1 Pemda 1 Pemerasan 3 Pemerintah 1 Pemerintahan 1 Pemilihan 1 Pemilu 2024 65 Pemko Padang 1 Pemuda 1 Penanggulangan 1 penangkapan 2 Pencemaran 2 Pencuri 1 pendidikan 2 Pengadaan 2 Pengadilan 1 Penganiayaan 1 Pengawasan 1 Penggelapan 1 Penghargaan 1 penusukan 1 Penyelidikan 1 Penyu 1 Perantauan 1 Perawatan 3 Perbatasan 1 Peredaran 1 Periode 1 Perjalanan 1 perkebunan 3 Pers 1 Pertanahan 3 Perumda AM Kota Padamg 8 Perumda AM Kota Padang 2 Perumda Kota Padang 43 Pessel 3 Pilkada 1 Pinjam 1 PKH 1 PKK 1 Plasma 1 Plt 2 PN 1 PN Pasbar 2 PNS 3 pol pp 1 Polda Sumbar 4 Polisi 6 Politik 28 Polres 6 Polres Pasbar 1 Polsek 1 Pos 3 Pos perbatasan 6 Positif 2 posko 1 potensi 1 PPM 1 Prestasi 4 PSBB 1 PSDA 1 Puan 2 PUPR 1 Pusdalops 2 Puskesmas 1 Pustu 1 Rapid Test 2 razia 1 Rekomendasi 3 Relawan 1 Reses 1 Reskrim 1 Revisi 1 RI 8 RSUD 1 RSUP M Djamil 1 RTLH 1 Rumah Sakit 1 Rusak 1 Sabu 1 Samarinda 1 Sapi 2 SAR 8 Satgas 2 Satlantas 1 SE 4 Sekda 1 Sekda Pasbar 1 Selebaran 8 Sembako 1 Sertijab 1 Sewenang wenang 1 Sidak 13 sijunjung 1 Sikilang 2 Singgalang 1 sirkuit 2 SK 1 Snar 2 Solo 5 Solok 4 Solok Selatan 5 SolSel 4 sosial 2 Sosialisasi 2 Sumatera Barat 145 Sumbar 1 Sumbar- 1 Sumur 1 Sunatan massal 1 sungai 1 surat kaleng 6 swab 2 Talamau 1 Talu 1 Tanah 20 Tanah Datar 1 Target 1 Tata Usaha 1 teluk tapang 1 Temu ramah 2 Terisolir 1 Terminal 1 Tersangka 5 Thermogun 1 Tidak layak Huni 2 Tilang 1 Tindak Pidana Korupsi 1 tipiter 1 TMMD 2 TNI 1 TNI AL 1 Tongkol 1 TP.PKK 1 tradisional 1 Transparan 1 trenggiling 1 tuak 2 Tukik 1 Tumor 1 Ujung Gading 1 Ultimatum 1 Uluran 1 Unand 1 Upacara 1 Update 1 usaha 1 usir balik 1 Verifikasi 1 Virtual 1 wakil bupati 4 Wali Nagari 2 wartawan 1 Waspada 1 Wirid Yasin 1 Yamaha Vega 2 Yarsi 2 Yulianto 1 ZI 1 Zona Hijau 1 Zona Merah
Showing posts with label Opini. Show all posts

Opini
Oleh: Laily Chusnul Ch. S.E (Pemerhati Ekonomi)

Mitra Rakyat.com
Covid-19 tidak hanya menyerang tubuh manusia, namun "tubuh" Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di berbagai dunia pun dibuat luluh lantak. Bahkan para ekonom dan lembaga keuangan internasional seperti IMF, World Bank menyatakan saat ini terjadi resesi hingga mengarah pada depresi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Jadi solusi bagi negara berkembang adalah mencari pinjaman lain, seperti menerbitkan obligasi, termasuk di pasar global," katanya dalam roundtable bertemakan Rebirthing the Global Economy to Deliver Suistanable Development, Rabu malam 1 Juli 2020 (Tempo.co.id, 02/07/2020). Defisit anggaran terus mengalami pelebaran sehingga menambah utang menjadi solusi andalan. 

Hingga April 2020, total utang pemerintah bertambah Rp 393,2 triliun menjadi Rp 5.172, 48 triliun. Bahkan diprediksi tahun 2020 bisa menembus Rp 6.000 triliun. Hal ini dikarenakan defisit APBN melebar hingga 6,27 % terhadap produk domestik bruto. Peraturan Presiden (Pepres) pun diteken Presiden Joko Widodo demi melegalkan pemerintah untuk mencapai defisit anggaran di atas 3 % terhadap PDB.

Namun kurang dari dua bulan, proyeksi pemerintah kembali berubah. Kebutuhan anggaran untuk stimulus ekonomi meningkat dari semula Rp 405 triliun menjadi Rp 641 triliun. Akibatnya defisit anggaran tahun ini makin melebar. Sehingga untuk menutup defisit tersebut dibutuhkan dana mencapai Rp 1.206,9 triliun. Di sisi lain, total utang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 426,6 triliun. Akibatnya, total pembiayaan bruto mencapai Rp 1.633 triliun.


Bertumpu Pada Utang Dan Pajak

Karena mengadopsi sistem kapitalisme, maka pembiayaan negara dalam mengatasi defisit anggaran mengambil jalan dengan mengambil utang. Hingga Mei 2020, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) telah mencapai Rp 420,8 triliun, sedangkan pembelian SBN oleh perbankan di pasar perdana sebesar Rp 110,2 triliun seiring kebijakan penurunan giro wajib minimum (GWM). Di sisi lain, surat perbendaharaan negara yang jatuh tempo mencapai Rp 35,6 triliun. Bahkan hingga Desember 2020 diperkirakan mencapai Rp 990 triliun. Pemerintah rencananya memenuhi target tersebut melalui lelang di pasar domestik, penerbitan surat utang ritel, SBN skema khusus ke BI, private placement, dan penerbitan SBN valas mencapai US$ 4-7 miliar.

Menurut Ekonom Indef, Faisal Basri utang pemerintah naik tajam karena tax ratio yang menurun bahkan mencapai titik rendah dalam setengah abad. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Mei 2020 sebesar Rp 444,6 triliun. Angka ini turun 10,8% year on year (yoy). (Kontan.co.id, 16/06/2020)

Dua tumpuan ini, yakni utang dan pajak sejatinya merupakan tumpuan yang rapuh sehingga membahayakan kedaulatan sebuah negara. Sebagai contoh nyata adalah Zimbabwe yang harus rela mengganti mata uangnya menjadi Yuan China sebagai imbalan penghapusan utang yang mencapai 40 juta dollar. Kebijakan negara juga bisa didikte oleh negara pemberi pinjaman, sehingga secara otomatis negara tersebut akan kehilangan wibawanya di dunia internasional. Lantas adakah cara agar sebuah negara terbebas dari jeratan utang?


Islam Solusi Paripurna Utang

Dalam berbagai tulisan maupun diskusi sesungguhnya telah acap kali membahas solusi alternatif atas kondisi ekonomi dan keuangan negara ini. Solusi tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang berasal dari sumber yang shahih yakni Pemilik bumi dan alam semesta, Allah Ta'ala. Allah dengan tegas melarang praktik ribawi, termasuk praktik menjual surat utang obligasi berbunga. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah 275-279:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Dalam sistem keuangan negara berbasis syariah, akan memfungsikan lembaga negara yakni Baitul Mal. Di dalamnya ada tiga pos pemasukan yang bisa menghasilkan pendapatan sangat besar tanpa utang dan tanpa penarikan pajak. Ketiga pos tersebut adalah pos pengelolaan kepemilikan umum, pos pengelolaan kepemilikan negara, dan pos pengelolaan zakat mal.

Secara historis, ketiga pos tersebut mampu dikelola oleh penguasa di era kekhilafahan. Salah satunya pada masa Khalifah Harun Al Rasyid, Baitul Mal mengalami surplus yang nilainya bahkan sama jumlahnya dengan pendapatan dalam APBN Indonesia hari ini yakni mencapai 2.000 triliun lebih. Surplus artinya total penerimaan setelah dikurangi total pengeluaran. Bisa dipastikan penerimaannya pasti jauh melampaui angka surplusnya. 

Kebijakan fiskal Baitul Mal akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif. Pada zaman Rasulullah SAW, beliau membangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pembangunan infrastruktur ini dilanjutkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khattab ra. Beliau mendirikan dua kota dagang besar yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Romawi) dan kota Kuffah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia).

Melihat skema pembayaran utang yang dimiliki Indonesia saat ini, mustahil Indonesia terbebas dari jebakan utang sampai kapanpun. Kecuali jika penguasa saat ini mau dan bersedia menerapkan sistem islam secara menyeluruh dan sempurna, tentu kesejahteraan dan bebas dari himpitan utang akan menjadi keberkahan. Wallahu'alam bisshowab.


Opini
Oleh Chairur Rahman(Wartawan)

Mitra Rakyat.com
Pekerjaan beresiko tinggi apabila dikerjakan tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK). Maka ini akan menjadi bumerang bagi mereka untuk berhadapan dengan penegak hukum. Namun berbeda hal nya dengan proyek jembatan Sikabu yang telah tumbalkan satu nyawa dan empat orang luka parah. 

Sebelumnya, pada proyek pembongkaran jembatan lama Sikabu telah terjadi kecelakaan kerja. Jembatan lama yang dibongkar roboh dan 5 orang pekerja jadi korbannya. Menurut pakar kontruksi, jembatan roboh merupakan kesalahan dari kontraktor. 

Karena mereka melakukan pekerjaan diduga tidak sesuai dengan KAK. Pekerjaan pembongkaran jembatan itu mestinya dilakukan dengan dukungan alat seperti,Concrete mixer, Crane, Pile Driver, dan Hammer.

Berita terkait : Diduga Ada "Main Mata" Rekanan dan Pihak Lain, Akibatkan Pembongkaran Jembatan Makan Korban


Ironisnya, untuk pembokaran jembatan ini kuat dugaan tidak menggunakan dukungan alat seperti yang tertera pada KAK seperti : Concrete mixer dalam kondisi baik kapasitas 0.3 – 0.6 M3 sebanyak 2 unit, Crane dalam kondisi baik dengan kapasitas 35 Ton 2 unit dan Pile Driver + Hammer kondisi baik dengan kapasitas 35 Ton 1 unit tidak berada di lokasi saat pembongkaran jembatan tersebut.

Bahkan personil inti yang dimiliki untuk melaksanakan pekerjaan ini seperti site manejer, pelaksana dan Quality Control yang mempunyai sertifikat ahli dan K3 untuk keamanan kerja, wajib selalu hadir dilapangan.

Namun tidak demikan hal nya dengan proyek ini, diduga site manejer, pelaksana, Qulity Control dan pengawas K3 jarang berada dilapangan. 

Dengan demikian ini bisa disebut salah satu penyebab kecelakaan. Sementara pengerjaan proyek infrastruktur mesti memperhatikan peraturan perundangan-undangan di bidang konstruksi terutama aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja bagi para pekerja konstruksi, seperti yang diamanatkan UU No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. 

Porsi kerja yang di luar kemampuan manusia menjadikan proyek terkesan dikerjakan asal-asalan. Tidak heran jika satu-per satu mulai bermunculan kecelakaan.

Undang -Undang Jasa Konstruksi sebenarnya sudah mengatur tentang aspek keamanan, keselamatan, kesehatan pekerjaan konstruksi bangunan. Begitu pula UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pengerjaan konstruksi bangunan secara garis besar diatur dalam UU Jasa Konstruksi, terutama mengenai standar keamanan dan keselamatan kerja bagi pekerja di bidang kontruksi bangunan ataupun jembatan termasuk mengatur syarat keahlian para pekerja sektor ini.

Merujuk Pasal 4 ayat (1) huruf c UU Jasa Konstruksi, pemerintah memiliki tanggung jawab atas terselenggaranya jasa konstruksi yang sesuai dengan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan. 

Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2017,TENTANG
JASA KONSTRUKSI, pada Pasal 96 menyebutkan:

(1)Setiap Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a.peringatan tertulis;
b.denda administratif;
c.penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d.pencantuman dalam daftar hitam;
e.pembekuan izin; dan/atau
f.pencabutan izin.

(2)Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang dalam memberikan pengesahan atau persetujuan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

a.peringatan tertulis;
b.denda administratif;
c.penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;

d.pencantuman dalam daftar hitam;
e.pembekuan izin; dan/atau
f.pencabutan izin.

Harusnya mereka yang melakukan pelanggaran diberi sangsi. Ini malah seakan mendapat dukungan dan diintruksikan untuk melanjutkan. Dimana peraturan yang telah dibuat pemerintah. 

Dimana keberadaan penegak hukum yang ditunjuk negara sebagai penggerak agar supremasi hukum dapat dijalankan. 

Bahkan pihak seperti Kalaksa BPBD Padang Pariaman, terkesan tutup mata saat dikonfirmasi media. Begitupun  PT. Maidah Rekajaya selaku vendor dari pemerintah Kabupaten Padang Pariaman pada proyek dana hibah itu. 

Mestinya mereka bekerja sesuai tupoksi masing-masing dan mengikut aturan yang telah dibuat. Untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan dan kerugian negara pada proyek pembangunan infrastruktur itu. Dan agar harapan semu masyarakat untuk mendapatkan keadilan tidak terus berlanjut. 

Opini
Ditulis Oleh: Nurhaniu Ode Hamusa, A. Md. Keb.
(Pemerhati Sosial Asal Konawe, Sultra)

Mitra Rakyat.com
“Bagaikan air di daun talas”. Pepatah ini pantas untuk disematkan kepada pengambil kebijakan yang tidak konsisten menjalankan kebijakannya terhadap penanganan Covid-19. Semenjak diumumkan awal Maret, hingga saat ini publik menyaksikan kebijakan yang berubah-ubah. Belum tuntas masalah lama, muncul lagi kebijakan baru yang menimbulkan kontroversi. Maka tidak heran, banyak pakar yang mengkritik kebijakan pemerintah tersebut.

Seperti dikatakan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Hermawan Saputra yang mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia, belum saatnya keputusan tersebut diterapkan karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari (Merdeka.com, 25/05/2020).

Banyak pakar menyatakan kebijakan sporadis ini tidak dibarengi pertimbangan validasi data dan sains, namun dominan pada pertimbangan ekonomi dan politik semata. Bahkan para peneliti dan ilmuwan menyampaikan kesulitan ketika berupaya menyampaikan analisisnya tentang data di lapangan yang ditemukan. Pemerintah lebih percaya pada staf ahli mereka dan cenderung meremehkan saran untuk pengambilan kebijakan dari para saintis.

Jika diamati, penyebaran Covid-19 per 2 Mei 2020, ada penambahan 609 kasus positif. Total kasus positif Covid-19 menjadi 27.549 orang. Total yang meninggal menjadi 1.663 orang. Di tengah situasi yang masih berbahaya ini, Pemerintah malah berencana menyiapkan protokol untuk menghadapi “new normal” atau situasi normal baru. Menurut Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, protokol yang dibahas adalah upaya mengurangi PSBB yang bertujuan untuk memulihkan produktivitas (Elshinta.com, 20/05/2020).

Tampak keputusan itu lebih mementingkan aspek ekonomi. Padahal WHO sendiri telah menetapkan syarat-syarat untuk bisa dilakukan prosedur new normal. Di antaranya angka kasus baru nol selama 14 hari.

Faktanya, di Indonesia data kasus baru per hari masih tinggi. Dari 29/5 sampai 2/6 rata-rata 602 ada kasus positif baru secara nasional. Tidak aneh jika banyak ahli menilai kebijakan pelonggaran PSBB atau prosedur new normal itu terlalu terburu-buru. Ini tentu berbahaya.

Ledakan gelombang kedua Covid-19 juga dikhawatirkan akan terjadi. Di Prancis, ketika dilakukan new normal, terjadi ledakan kasus baru dalam sehari. Di Korea Selatan setelah dibuka, sehari kemudian ada 79 kasus baru Covid-19. Sebanyak 251 sekolah ditutup kembali. (Bbcindonesia.com, 29/05/2020). Di Wuhan, setelah dibuka, kembali diketatkan. Begitu juga di beberapa tempat lain di dunia.

Memang, bencana berupa wabah ini merupakan bagian dari qadha’ atau ketetapan dari Allah swt. yang tak bisa ditolak. Namun, sistem dan metode apa yang digunakan untuk mengatasi dan mengendalikan wabah adalah pilihan dan hal itu ada dalam wilayah ikhtiar manusia.

Faktanya, saat ini para penguasa dunia, juga penguasa negeri ini, lebih memilih untuk menerapkan sistem kapitalisme dan mengunakan metode yang lebih mementingkan aspek ekonomi, dalam mengatasi wabah. Sehingga menjaga dan memelihara nyawa manusia seolah dinomorduakan.

Bahkan ada pejabat tinggi di negeri ini yang terkesan menganggap enteng nyawa manusia. Dia mengklaim jumlah korban meninggal akibat Corona masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas. Seolah-olah jumlah korban meninggal akibat Corona dianggap belum ada apa-apanya.

Padahal, persoalannya, sejak awal langkah isolasi dengan luar negeri dan juga isolasi antardaerah tidak segera diterapkan oleh Pemerintah. Akibatnya, Covid-19 pun menyebar hampir ke seluruh negeri.

Karena itu yang harus diprioritaskan oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana mengendalikan dan mengatasi pandemi Covid-19. Karenanya keselamatan nyawa manusia harus lebih didahulukan daripada kepentingan ekonomi. Apalagi sekadar memenuhi kepentingan ekonomi segelintir orang, yakni para kapitalis (pengusaha/pemilik modal).

Dari itu, solusinya tidak lain dengan syariat Islam. Dengan syariat Islam, wabah akan lebih mudah diatasi dan dikendalikan. Tentu tanpa mengganggu syiar Islam dan ibadah kaum muslim. Sehingga nyawa manusia pun bisa terselamatkan. Ekonomi juga tetap bisa berjalan.

Isolasi/karantina adalah di antara tuntunan syariat Islam saat wabah terjadi di suatu wilayah. Rasul saw. bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu.” (HR al-Bukhari). Tindakan isolasi/karantina atas wilayah yang terkena wabah tentu dimaksudkan agar wabah tidak meluas ke daerah lain. Karena itu suplai berbagai kebutuhan untuk daerah itu tetap harus dijamin.

Ini hanyalah masalah manajemen dan teknis. Relatif mudah diatasi. Apalagi dengan teknologi modern saat ini. Namun demikian, semua itu bergantung pada kebijakan dan sikap amanah pemerintah sebagai pengurus rakyat.

Tindakan cepat isolasi/karantina cukup dilakukan di daerah terjangkit saja. Daerah lain yang tidak terjangkit bisa tetap berjalan normal dan tetap produktif. Daerah-daerah produktif itu bisa menopang daerah yang terjangkit baik dalam pemenuhan kebutuhan maupun penanggulangan wabah. Dengan begitu perekonomian secara keseluruhan tidak terdampak.

Dengan demikian, pemerintah seharusnya tidak hanya mengutamakan kepentingan segelintir orang dalam upaya penerapan new normal life, tetapi juga harus mempertimbangkan pendapat para pakar sains juga ormas yang menjadi representasi umat. Jika semua upaya telah dilakukan untuk memberikan masukan, saran, bahkan kritik kepada pemeritah untuk meninjau ulang kebijakannya, namun hal itu kurang mendapat respon yang baik. Maka perlu dipertanyakan apakah memang penguasa adalah pelayan kepentingan rakyat?  Wallahu a’lam.


Opini
Ditulis oleh: Auryn Najla Abdullah 
(Siswi SDIT Amalia Cibinong Bogor)

Mitra Rakyat.com
November 2018 lalu, di SMK NU 03 Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, muncul video lima orang murid mengganggu guru di dalam kelas yang viral di media sosial. Dalam video itu terihat seorang murid mendorong gurunya  kemudian disusul oleh murid lain. Sang guru terihat berusaha menghalau murid-muridnya itu dengan gerakan tendangan dan mengibaskan buku yang dipegangnya.

Gerakan sang guru disambut para murid dan terlihat seolah saling tendang bahkan sepatu guru tersebut melayang sebelah. Video berakhir dengan tawa murid-murid dan guru mengambil kembali sepatunya yang lepas.

Pada peristiwa itu terkesan murid melecehkan, meremehkan dan melakukan tindakan kekerasan terhadap guru. Mengapa kini seorang murid begitu berani kepada sang guru? Padahal, guru adalah orang tua kita di sekolah yang harus kita hormati.

Saat ini banyak terjadi pelecehan dan peremehan guru oleh murid. Murid cenderung tidak memperhatikan apa yang disampaikan dan diajarkan oleh guru. Mereka lebih sibuk dengan gadget di tangan. Dari gadget pula, murid memperoleh informasi dari berbagai sumber, termasuk konten kekerasan.

Oleh sebab itu, muncul pikiran-pikiran pada murid kalau mereka sekolah hanya untuk formalitas saja. Sehingga hilang rasa hormat terhadap guru.

Kalau zaman dulu itu, guru berwibawa karena menjadi satu-satunya panutan, sumber informasi dan pengetahuan. Kalau sekarang kondisinya berubah. Seolah guru tidak ada wibawanya di depan murid-muridnya.

Imam Al Ghazali memberikan tuntunan adab murid kepada gurunya. Pertama, tidak banyak berbicara di depan guru. Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apa bila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Dengan menghindari sikap “sok tahu” itu maka, wibawa guru akan tetap terjaga.

Berikutnya tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat guru.” Ketika guru memberikan suatu penjelasan yang berbeda dengan apa yang pernah dijelaskan oleh orang lain atau yang pernah dibaca di gadget, sebaiknya murid tidak langsung membantah penjelasan guru.

Murid hendaklah meminta izin terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapatnya jika berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan teman-teman.   

Terakhir, hendaklah murid menjaga sopan santun di depan guru. Guru tidak sama dengan teman. Seorang murid harus memposisikan guru lebih tinggi dari teman sendiri sehingga ketika berbicara dengan guru tidak boleh sambil tertawa atau bersenyum yang berlebihan. Jangan cengengesan.

Walaupun kita memiliki gadget dan menguasai teknologi dan informasi, tidak membuat kita menjadi orang yang sombong sehingga meremehkan guru di sekolah. Gadget hanya bisa membuat kita pintar tapi tidak bisa membuat kita jadi santun. Ketidaksantunan terhadap guru mengakibatkan ilmu yang diberikan tidak berkah buat kita. Nauzubillah. Wallahu 'alam.

Opini
Oleh : Khansa Al Hakiimah
Ummu Warrabatul Bayt dan Pegiat Dakwah

Mitra Rakyat.com
Ketika topik yang sama banyak dibahas oleh beberapa media mengenai tenaga medis yang gugur akibat terpapar virus Covid-19, selain itu ada fakta lain yang menyakitkan lagi. Ketika keluhan mereka diabaikan kepada siapa lagi mereka meminta keadilan. Miris memang tapi inilah yang terjadi, para tenaga medis kesejahteraannya seolah tak dipedulikan.

Beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari laman Kompas.com ada aksi mogok kerja yang dilakukan para tenaga medis di RSUD Ogan Ilir, Sumatera Selatan, berakhir pada pemecatan. Sebelum pemecatan terjadi, sebanyak 60 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir yang berstatus honorer melakukan protes dengan menggelar aksi mogok kerja.

Alasan yang mereka sampaikan, di antaranya terkait ketersediaan alat pelindung diri (APD) minim, ketidakjelasan insentif dari Pemkab, tidak ada rumah singgah bagi tenaga medis yang menangani pasien Corona, dan gaji hanya sebesar Rp 750.000 per bulan.

Dengan aksi para tenaga medis tersebut Bupati dan manajemen RSUD Ogan Ilir berdalih tuntutan yang disampaikan para tenaga medis tersebut dianggap mengada-ada. Meski ada ratusan tenaga medis yang dilakukan pemecatan, mereka menilai tak memengaruhi layanan yang diberikan. Sebagai penggantinya, akan dilakukan perekrutan tenaga medis baru. (Jumat, 15/05/2020)

Dari aksi protes tersebut, DPRD Ogan Ilir tak diam, Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir Rizal Mustopa mengaku sudah mendesak Bupati untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD. Beliau mengatakan “Intinya pemenuhan apa yang dituntut oleh tenaga paramedis itu seharusnya sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, sebab masalah itu sudah diajukan, termasuk masalah insentif juga sudah diajukan RSUD Ogan Ilir jauh hari sebelum kejadian ini.

Pertanyaannya, kenapa tenaga kesehatan itu bisa mogok?“ tanya Rizal. Namun pihak Rumah Sakit membantah karena menganggap bahwa tudingan terkait dengan para tenaga medis tersebut tidak benar.

Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah tudingan yang disampaikan para tenaga medis yang melakukan mogok kerja. Ia berdalih, tuntutan para tenaga medis terkait dengan rumah singgah dan insentif tambahan bagi yang menangani pasien Corona sudah disediakan.

Setelah adanya aksi mogok kerja itu, sedikitnya ada 109 tenaga medis dipecat dengan tidak hormat. Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam mengatakan, tenaga medis yang dipecat itu di antaranya 45 perawat, 1 perawat mata, 3 sopir, dan 60 bidan di RSUD Ogan Ilir sudah diberhentikan.

Saya yang menandatangani surat pemberhentiannya,” kata Ilyas saat dikonfirmasi di Kantor Badan Amil Zakat Nasional Ogan Ilir, (21/5/2020).

Melihat fakta di atas bahwasannya para tenaga medis merasa pemenuhan haknya tidak terpenuhi dengan jelas, lalai, bahkan menunda hak yang seharusnya diberikan tepat waktu, selain itu kondisi mereka pun seolah tidak diperhatikan sebagai tenaga medis garda terdepan yang menangani kasus virus Corona ini.

Minimnya perhatian pemerintah dan pihak RS terhadap tenaga medis merupakan bukti sistem kapitalis sekuler yang diberlakukan tidak jelas, tidak hanya rakyat, tenaga medis pun merasa kebingungan dengan kebijakan-kebijakan yang tak konsisten dijalankan pemerintah saat ini.

Sehingga wajar jika menyebabkan bentuk protes dan aksi mogok kerja, dalam hal ini tentu saja perlu evaluasi mengapa bisa terjadi.
Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Orang yang bekerja terletak pada kontribusinya bagi kemudahan orang lain yang mendapat jasa atau tenaganya.

Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja tenaga medis yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh pihak yang berwenang. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus adil dan mencukupi.

Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan waktu pengupahan, keadilan juga dilihat dari tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya.

Bisa saja para tenaga medis melakukan aksi protes dikarenakan jam kerja yang berlebih untuk menangani kasus pasien Covid-19 namun upah yang diberikan tidak sepadan terhadap apa yang mereka kerjakan di luar kemampuan para tenaga medis. Misalnya tambahan pekerjaan ataupun penambahan jam kerja (lembur) di rumah sakit.

Sebaiknya, harus ada kejelasan akad antara para tenaga medis dan pihak RSUD. Yang terpenting adalah kejelasan akad agar para tenaga medis tidak ada yang dikecewakan, bahkan sampai dipecat secara tidak hormat, ini sungguh menyakitkan di mana mereka pun butuh pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Apa yang dialami tenaga medis dalam konsisi pandemi saat ini terjadi akibat sistem. Sistem yang diberlakukan negara bukanlah sistem Islam sehingga perlakuan serta perhatian pun luput dari riayah pemerintah. Tanggungjawab negara memberikan pelayanan bukan saja kepada masyarakat umum tapi tenaga kesehatan juga yang lebih rentan terjangkit virus ketika keamanan dan APD tidak memadai.

Salah satu bentuk kezaliman di tengah masyarakat saat ini salah satunya adalah tidak memberikan hak-hak para tenaga kerja medis khususnya sesuai dengan yang seharusnya. Rasulullah saw bersabda :
“Berikan-lah kepada buruh/pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Karena menunda hak orang lain padahal mampu adalah kezaliman. .

Rasulullah saw bersabda:
“Menunda penunaian kewajiban padahal mampu adalah kezaliman” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Beberapa kasus di mana rumah sakit tidak terlalu memperhatikan hak tenaga medis dan tidak memperhatikan kenyamanan berkerja.

Ketika para tenaga medis ini berhenti bekerja atau keluar, barulah sadar bahwa mereka adalah aset berharga dalam sebuah rumah sakit, untuk itu hak tenaga medis seharusnya segera ditunaikan dan menjadi perhatian khusus. Ketidakadilan yang dialami tenaga medis saat ini dan juga masyarakat lainnya tidak akan terjadi ketika di tengah umat telah tegak institusi penerapan syariah kaffah.

Pasalnya, riayah serta pelayanan publik di dalam kapitalis sekuler tidak akan memihak rakyat sampai kapanpun selama mereka masih berkuasa dan tidak taat akan syariah Allah.
Karena hal tersebut masih banyak hak-hak tenaga kerja yang belum terpenuhi, standar kesejahteraan tenaga kerja yang masih rendah dan lainnya.

Dalam Islam, hak-hak manusia telah dijamin oleh Allah Swt. Islam adalah solusi dari berbagai macam problema yang ada di dunia ini, tak terkecuali problema dalam bidang ekonomi.  Marilah kita sama-sama sadari bahwa sudah saatnya kita untuk kembali ke syariah Islam mencari solusi secara kaffah, mempelajari agama secara kaffah.

Dengan demikian kita lebih siap untuk menjalani kehidupan. Dan segala permasalahan yang rumit ini bisa selesai, bila terwujud institusi Islam dalam naungan khilafah Islamiyah.

Wallaahu a'lam bi ash shawwab

Opini
Oleh: Purwaningsih, S.Si., M.Sc.
(Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Sosial)

Mitra Rakyat.com
Apakah anda selalu mengikuti perkembangan yang terupdate tentang peningkatan jumlah kasus konfirmasi psitif Covid-19? Kebijakan apa saja yang telah dilakukan Pemerintah terkait kondisi ini? Sampai saat ini belum menunjukkan penurunan kasus yang signifikan, bahkan dari hari ke hari jumlah konfirmasi positif kian meningkat.

Sementara kebijakan new normal (tatanan normal baru) sudah di depan mata. Sebelumnya telah dikeluarkan kebijakan berdamai dengan Covid-19 dan adanya relaksasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat angka pasien Covid-19 masih tinggi.

Persiapan New Normal, Harus Perhitungan Matang
Saat ini kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 25.773. Terdiri dari 17.185 (66.678%) dirawat, 1.573 (6,103%) meninggal, 7.015 (27,218%) sembuh (Kompas.com, 30/5/2020). Jumlah kasus yang dilaporkan

Kementrian Kesehatan di Indonesia hingga saat ini belum mempresentasikan jumlah kasus yang sebenarnya. Angka sesungguhnya bisa jauh lebih tinggi. Prediksi dari Badan Inteligen Negara (BIN) yang dipaparkan oleh Doni Monardo dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR, virus yang berasal dari Wuhan, China tersebut.

Menurut Dr. Hans Henri P Kluge, Direktur regional WHO untuk Eropa memberikan panduan untuk negara-negara yang akan menyiapkan new normal antara lain harus memastikan telah terbukti bahwa transmisi Covid-19 telah dikendalikan.

Realitanya kondisi Indonesia terkait upaya melawan Covid-19 masih jauh dari kata berhasil. Masih banyak masyarakat yang belum patuh terhadap protokol kesehatan. Jika pemerintah memaksakan pelaksanaan new normal baru dimungkinkan akan terjadi lonjakan kasus baru serta akan berdampak negatif terhadap sektor kesehatan dan ekonomi.

Demikian prediksi yang telah dikemukakan oleh pakar kesehatan dan kebijakn publik. Mestinya saat ini yang menjadi fokus pemerintah terkait kebijakan new normal adalah bagaimana protokol kesehatan itu apakah sudah betul-betul diterapkan.

Menurunkan kasus konfirmasi positif Covid-19 adalah suatu keniscayaan sebelum menuju new normal. Pemerintah harus bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah, dan lain-lain sudah benar-benar menerapkan protokol pencegahan terhadap Covid-19.

Politikus PDIP, Nabil Haroen anggota Komisi IX Fraksi PDIP meminta pemerintah terbuka terhadap kurva penularan kasus Covid-19 di Indonesia. Menurutnya transparasi data menjadi kunci keberhasilan dan kebijakan. Jika data-data yang dibuka itu sesuai dengan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, dan sesuai dengan kaidah sains, maka akan lebih mudah dalam analisa kebijakan serta memetakan langkah selanjutnya (KumparanNEWS, 29/5/2020).

Suatu kebijakan yang yang dirancang dengan hati-hati, penanganan Covid-19 dapat belangsung maksimal maka akan bisa menuju tahapan new normal dengan prosedur kesehatan dan keamanan yang ketat.
Mestinya kita bisa belajar dari negara lain yaitu negara-negara yang telah berhasil melawan Covid-19.

Atas dasar itu negara tersebut menerapkan new normal. Perlu persiapan yang matang dan kajian yang cermat mengingat beberapa persyaratan new normal itu tidak mudah.

Kebijakan yang buru-buru sikap pemerintah terkesan memaksakan pelaksanaan new normal karena kasus Covid-19 masih tinggi. Lagi-lagi Pemerintah mengeluarkan kebijakan gegabah. Jangan sampai melahirkan kebijakan yang grusah grusuh supaya tidak terjadi situasi yang tidak kita inginkan.

Belum lama ini menyoal tentang kebijakan berdamai dengan Covid-19 dan relaksasi kebijakan PSBB saat angka kasus Covid-19 masih tinggi.
Mengeluarkan kebijakan pada momentum yang tidak tepat rentan menimbulkan peluang akan perdebatan tentang gelombang Covid-19 kedua.

Penegakan protokol kesehatan yang tidak optimal serta jumlah tenaga medis dan Rumah Sakit Darurat Covid-19 yang masih kurang akan mengakiatkan gelombang kedua semakin parah. Jangan sampai rumah sakit dan tim medis kita tumbang karena gelombang baru pasien Covid-19 dan kesalahan kebijakan.

Dalam Berita metro pagi, 31 Mei 2020 disebutkan bahwa saat ini RS. Daya Makassar untuk sementara menutup pelayanan umum dikarenakan 5 petugas medis dinyatakan positif Covid-19.

Pengujian terhadap spesimen Covid-19 baik secara tes rapid maupun PCR masih sangat jauh dari harapan. Jadi peaknya belum dapat diketahui. Hal ini dikarenakan tidak semua laboratorium mampu meakukan pelayanan terkait pengujian tersebut karena membutuhkan protokol yang sangat spesifik. Harus dibantu dengan menerapkan kedisiplinan masyarakat yang sangat ketat dan ketegasan sanksi untuk mempercepat proses lahirnya kebijakan yang dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Netty Prasetyarini anggota Komisi DPR fraksi PKS berujar bahwa kita belum melewati titik puncak pandemi Covid-19. Memaksakan menerapkan kebijakan new normal, itu merupakan kebijakan yang tidak masuk akal. Kebijakan  ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan.

Jumlah kasus sangat tinggi dan belum ada penurunan yang signifikan (Okezone, 28/5/2020).
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Achmad Yurianto juru bicara gugus tugas percepatan Covid-19 tanggal 30 Mei 2020 bahwa ada 5 provinsi yang masih terjadi penularan di tengah masyarakat dan penmabahan kasusnya masih tinggi yaitu Provinsi DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

Indonesia masih carut marut menghadapi berbagai macam masalah di beberapa daerah terkait kasus Covid-19. Hal tersebut seharusnya menjadi salah satu pertimbangan penerapan new normal lebih baik ditunda dan perlu dicermati lebih dalam lagi. Jangan sampai berakibat fatal demi tujuan memulihkan ekonomi dan kegiatan bisnis segera kembali normal.

Sangat berbeda dengan kondisi negara-negara yang sudah memasuki fase new normal adalah Malaysia dan Korea Selatan. Berikutnya Italia dan Selandia Baru. Negara-negara tersbut memang kondisi kasus Covid-19 telah mereda (Liputan6.com, 18/5/2020).

Islam Menjawab Permasalahan
Islam hadir dalam menjawab berbagai macam permasalahan, pun ketika pandemi Covid-19. Walaupun Nabi Muhammad SAW bukan seorang dokter, melalui bimbingan Allah SWT untuk selalu mengingatkan umatnya menjaga kebersihan.

Sebagai umat islam tentu menerapkan disiplin yang tinggi terhadap aturan dalam hal ini menjaga kebersihan. Hal tersebut sebagai wujud ketaatan tinggi pada Sang Pencipta dan Rasul-Nya. Pemerintah tidak perlu menerapkan sanksi kedisiplinan. Seharusnya umat akan sangat mematuhinya. Menjaga kebersihan adalah bentuk ibadah sebagai bonusnya adalah wabah penyebaran pandemi Covid-19 dapat ditekan.

Rasulullah SAW pernah bersabda: Wabah tha’un adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan Bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah tha’un di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut.

Namun, bila wabah tha’un itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Hafshah binti Sirin bahwa ia menceritakan, Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Orang yang mati karena wabah tha’un adalah mati syahid.”

Adapun kebijakan yang ditempuh untuk menghindari wabah tersebut yaitu menyuruh penduduk sehat pergi menyingkir ke bukit – bukit. Kebijakan ini dinamakan isolasi atau lockdown saat ini.

Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadist: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Kebijakan tersebut dinamakan isolasi saat ini.

Rasulullah juga menganjurkan untuk bersabar setiap menghadapi wabah penyakit. Rasulullah SAW bersabda; “Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum Mukminin.” (HR. Bukhari).

Pesan yang tidak kalah penting dari Rasulullah SAW ketika tertimpa musibah wabah adalah tetap membangun prasangka baik dan berdoa dan tetap berikhtiar sekuat tenaga. Rasulullah SAW bersabda:” tidaklah Allah SWT menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan penawarnya ( HR Bukhari ).
Sehingga, secara teoritis dan praktis, Islam memiliki seperangkat aturan dalam menyikapi pandemi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat.

Jadi, mengapa kita tidak mengambilnya sebagai protokol pencegahan penyakit? Wallahu a’lam bisshawab.

Opini

Oleh: Naila Rizqi Salsabila
(Siswi MIN 8 Aceh Barat)         

Mitra Rakyat.com
Telah banyak kejadian yang terjadi di Indonesia tentang kasus murid aniaya guru, seperti salah satunya yang terjadi dikecamatan Pontianak Timur, Kalimantan Barat, guru yang bernama Nuzul Kurniawati. Nuzul Kurniawati dianiaya oleh sang murid lantaran sang murid tak terima kalau ponsel selulernya diambil sang guru, NL langsung  memukul korban dengan kursi plastik dan melemparkan ponsel dan mengenai leher korban (Liputan6.com,10/3/2018).

Miris ya, hanya karena diambil ponselnya sang murid langsung menganiaya sang guru menggunakan kursi plastik. Sungguh hal itu mencerminkan bahwa anak jaman sekarang tidak memiliki akhlak mulia yang telah dicontohkan oleh para Nabi dan para sahabatnya.

Menghormati guru itu hukumnya wajib, jadi kita harus memuliakannya seperti yang tertera dalam hadits berikut:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (HR. Ahmad)

Seperti yang dikatakan dalam hadits tersebut, bahwa orang yang tidak memuliakan guru ia tidak termasuk dalam golongan umat Nabi Muhammad.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anak tidak hormat pada guru, yaitu faktor lingkungan, faktor kekeluargaan, dan faktor pendidikan. Ya, 3 hal tersebut adalah pilar-pilar sistem pendidikan yang harus dibangun dan dioptimalkan dalam Islam.
     
Pertama, faktor lingkungan ini sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, karena lingkungan lah yang dapat mempengaruhi sifatnya. Kalau lingkungan sekitarnya terdapat teman yang tidak baik, maka ada kemungkinan ia juga ikut berprilaku tidak baik.

Mengapa? Karena teman di lingkungannya yang tidak baik itu telah mempengaruhinya sehingga ia akan mengikuti hal tidak baik yang dilakukan oleh teman lingkungannya. Begitu pula sebaliknya, jikalau dilingkungan sekitarnya terdapat teman yang baik, teman tersebut dapat mendorongnya menjadi pribadi yang baik juga.

Kedua, faktor keluarga adalah hal yang paling utama yang dapat mendorongnya menjadi pribadi yang kurang baik, Mengapa? Karena dikeluargalah kita dilahirkan, dididik dan dibesarkan. Kesalahan yang sering kali terjadi adalah cara orangtua mendidik anaknya.

Apa yang salah? Yang salah adalah cara mendidik yang kadang dilakukan dengan cara kekerasan. Anak-anak yang menerima perlakuan kekerasan dapat merasakan depresi lantaran apa yang dilakukan selalu dianggap salah oleh orangtuanya,akhirnya karena depresi anak-anak tidak dapat mengendalikan emosi mereka, dan dapat memicu mereka untuk melekukan penganiayaan terhadap guru mereka.

Ketiga, faktor ini tak jauh beda dari faktor-faktor sebelumnya, karena faktor ini juga berkaitan dengan faktor kekeluargaan dan lingkungan. Faktor ini dapat mempengaruhi anak untuk menganiaya gurunya, lagi-lagi karena kesalahan guru atau orang tua si murid,mengapa? Karena cara didik mereka yang kurang tepat. Mereka mendidiknya secara kasar, namun ada juga beberapa orang tua yang mendidiknya dengan cara dimana.

Mengapa mereka dimanja? Mungkin karena mereka sangat menyayangi anaknya dan tak tega bila harus melarang apa yang dilakukan anaknya. Tetapi sebenarnya ini adalah hal yang salah,karena anak akan berpikir bahwa apa yang ia lakukan semuanya benar. Karena anak berpikir demikian,akhirnya mereka menganggap bahwa menganiaya guru atau orang lain itu diperbolehkan padahal itu adalah tindakan kriminal yang harus dijauhi. 

Beberapa faktor tadi adalah penyebab mengapa anak bisa menganiaya gurunya. Jadi agar generasi selanjutnya lebih baik lagi. Kita harus mencontohkan sifat teladan Rasulullah saw dan para sahabat. Ditambah dengan berbagai ilmu islam yang dapat kita beri pada generasi selanjutnya. Wallahu 'alam bisshawab.

Opini

Oleh: Kayla V. Z
(Siswi IHS Thariqul Izzah)

Mitra Rakyat.com
Pada tanggal 2 Maret lalu, tiga pelajar SMA Negeri 1 Fataleu, Kabupaten Kupang, NTT ditangkap aparat kepolisian lantaran menganiaya gurunya sendiri, Yelfret Malafu (45). Pejabat Humas Polres Kupang Aipda, Randy Hidayat mengatakan, awalnya sang guru menegur ketiga siswa tersebut karena belum mengisi absen kelas. Tak terima dengan teguran itu, ketiganya langsung menganiaya sang guru, hingga terjatuh.

Randy juga mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan kasus penganiayaan guru tersebut, ketiga pelaku tidak hanya memukul, tetapi juga sempat menginjak kepala sang guru, lalu melemparnya dengan kursi dan batu. Akibat penganiayaan itu, Yelfret Malafu mengalami luka-luka lebam di sekujur tubuh (dikutip dari Liputan6.com).

Miris sekali melihat kelakuan murid sekolah di masa ini. Tentu saja ini masih salah satunya. Masih banyak lagi kasus-kasus penganiayaan murid terhadap guru yang tidak terekspos oleh media. Bahkan ada juga guru yang tewas karena dianiaya oleh muridnya sendiri.

Dengan ini kita melihat, peran guru dimasa ini sudah berubah. Yang dulu awalnya dihormati dan disegani, kini muridnya sendiri sudah berani memukul gurunya sendiri.

Padahal, Imam Nawawi berkata, "Dosa durhaka kepada kedua orang tua bisa di hapus dengan taubat kepada Allah, sedangkan dosa durhaka kepada guru tidak bisa di hapus oleh sesuatu apapun (kecuali ridha dari guru tersebut)."

Lalu apa penyebab semua ini? Pertama, faktor psikologis ini dapat dibentuk oleh kebiasaan kekerasan yang terus menerus terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Seperti keluarganya yang bersikap apatis, kerasnya lingkungan rumah, atau dibully oleh temannya.

Kedua, program pembelajaran. Mayoritas metode program pembelajaran di Indonesia selalu mengunggulkan di bagian akademis saja sehingga pembelajaran mengenai pengembangan karakter murid dalam hal etika dan tata krama kurang diperhatikan. Pembelajaran etika dan tata krama di sekolah cenderung disampingkan. Padahal tata krama dan adab adalah wajib dalam pembelajaran.
Karena belum tentu orang yang berilmu itu beradab.

Ketiga, kemajuan teknologi dan informasi. Perkembangan teknologi dan informasi yang maju membuat pengaruh dalam pola pikir para siswa. Murid juga bisa 'terinspirasi' oleh tontonan yang dilakukan oleh murid-murid luar negeri.

Keempat, hubungan guru dan siswa. Hubungan guru dan muridnya juga harus diperhatikan selain pembelajaran. Jika gurunya bersikap dingin, muridnya pun juga bersikap sama. Malah tak segan menghina gurunya.

Teman-teman sekalian, guru itu bagaikan orang tua di sekolah. Haruslah dihormati layaknya orang tua kita di rumah.

Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang shalih, termasuk sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan.

Lantas, bagaimana sebaiknya adab murid terhadap guru? Di antaranya, mendahului memberi salam, tidak banyak berbicara di depan guru, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya sewaktu guru didalam majelis, memperhatikan guru yang mengajar, bersikap lembut, dan tidak memotong pembicaraan guru.

Jadi teman-teman sekalian, adab itu harus diutamakan sebelum menuntut ilmu. Mengapa? Karena sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata, "Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu."

Ada juga nasehat dari seorang ulama yaitu syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau berkata,

طالب العلم : إذا لم يتحل بالأخلاق الفاضلة فإن طلبه للعلم لا فائدة فيه

“Seorang penuntut ilmu, jika tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, maka tidak ada faidah menuntut ilmunya." Wallahu 'alam bisshowab.

Opini

Oleh: Imayanti Wijaya
Ibu Rumah Tangga 

Mitra Rakyat.com
Ramadan telah usai, namun pelaksanaannya tahun ini menyisakan cerita kelam yang pahit khususnya bagi umat muslim. Betapa tidak, di awal Ramadan terungkap sebuah kasus miris yang begitu menyesakkan dada. Polisi berhasil mengungkap peredaran daging babi yang disamarkan menjadi daging sapi di Kabupaten Bandung. Tidak tanggung-tanggung, daging babi yang telah dijual mencapai 63 ton selama 1 tahun. Penjualan dilakukan di kecamatan Banjaran, Baleendah dan Majalaya.

Kasus ini berimbas pada penjual daging sapi lain di pasar tradisional  tiga wilayah tersebut. Seperti dilansir oleh vivanews.com (13 Mei 2020) sejak terungkapnya kasus penyebaran daging babi tersebut, warga sudah tidak mau membeli daging di pasar Kabupaten Bandung. Para penjual mengaku mengalami penurunan penjualan. "Ini jelas mengurangi pendapatan. Pembeli ini jadi pada takut" ungkap Jajang, salah seorang pedagang di pasar tersebut. Mereka memastikan bahwa daging yang dijual adalah daging sapi.  Menurut  para pedagang masyarakat yang berpengalaman tidak akan tertipu karena mampu membedakan daging mulai dari tekstur dan warna, mereka pun meminta instalasi terkait bisa meyakinkan masyarakat bahwa daging yang dijual di pasar Baleendah dan Majalaya bukanlah daging babi.

Viralnya kasus penyebaran daging babi ini mendorong munculnya wacana pentingnya sebuah pasar halal di Kabupaten Bandung tersebut. Dengan  jumlah penduduk sekitar 3,7 juta jiwa, yang didominasi oleh kaum muslim. Keberadaan pasar halal ini menjadi hal yang penting untuk didirikan. Mantan Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Kabupaten Bandung, Engkus Kustyana saat dihubungi redaksi PikiranRakyat.com (Sabtu 23 Mei 2020) menyatakan bahwa "Setiap momentum ramadan dan lebaran selalu dimanfaatkan oleh oknum-oknum pedagang untuk menjual daging babi yang dioplos dengan daging sapi." Lebih lanjut ia pun menyatakan bahwa sudah waktunya Pemkab Bandung mendirikan pasar halal untuk memberikan rasa aman kepada kaum muslim. Namun sayangnya hal ini belum mendapat respon dari Disperindag Kabupaten Bandung.

Engkus menyatakan bahwa dengan didirikannya pasar halal tersebut semua supply barang akan dikemas melalui Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditentukan, yang saat ini lebih mirip seperti protokol kesehatan. Semua barang komoditi yang diperdagangkan di pasar halal akan melalui jalur SOP tersebut. Hal ini dimaksudkan agar barang-barang tersebut jelas asal usulnya, sehingga bukan saja nampak  secara kuantitas, namun terjamin juga secara kualitas terutama masalah kehalalannya. (Pikiran rakyat.com. 23 Mei 2020)

Namun benarkah keberadaan pasar halal mampu menjadi solusi? Karena nyatanya peredaran daging babi adalah kasus berulang yang seolah tak menemukan jalan keluar. Tidak banyak yang mengetahui bahwa negeri ini ternyata menjadi pengekspor daging babi ke luar negeri. Setiap tahunnya Indonesia mengekspor daging haram ini yang nilainya sebesar ½ trilyun. Babi yang diekspor pun berasal dari peternakan babi legal yang masih termasuk dalam pembinaan dinas peternakan. Keberadaan peternakan babi ini tentu diperbolehkan karena menjadi salah satu sektor penyumbang pajak dan produksi ekspor yang sudah tentu menguntungkan negara.

Namun permasalahannya tidak berhenti sebatas membongkar dan menghentikan penjualan daging. Terulangnya kasus yang sama menunjukkan bahwa ada faktor lain yang harus segera ditindaklanjuti. Dalam hal ini nampak jelas bahwa umumnya masyarakat yang ada pada saat ini membutuhkan konsumsi daging, namun karena  daya beli mereka rendah sementara pengetahuan mereka tentang cara membedakan daging yang halal dan layak untuk dikonsumsi sangatlah minim. Sehingga masyarakat miskin pengetahuan akan  standar kehalalan. Hal ini wajar terjadi  dalam masyarakat penganut kapitalis, karena halal dan haram  tidak dijadikan sebagai landasan dalam produksi, distribusi dan konsumsi.

Dalam sistem Kapitalis, suatu keharaman bisa dibiarkan  selama tidak melanggar regulasi yang ada. Penyebaran daging babi yang jelas-jelas diharamkan bagi umat Islam, merupakan  perbuatan manipulatif atau penipuan terhadap regulasi yang ada. Kasus tersebut terus berulang akibat pengabaian standar halal haram di tengah masyarakat, bagi mereka selama suatu perbuatan dianggap menguntungkan pasti dilakukan. Hal ini disebabkan karena dalam sistem kapitalis asas manfaat merupakan tolok ukur perbuatan.

Berbeda dengan Islam, sebagai agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan, Islam telah menetapkan ketentuan bagi umat Islam terkait makanan. Bahwa dalam mengonsumsi makanan, manusia terikat dengan standar kehalalan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Hal ini nampak jelas dalam firmanNya yang artinya:

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 1-8)

Adapun tentang kedudukan daging babi itu sendiri dalam Islam sudah sangat jelas bahwa hukumnya adalah haram. Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, tetapi barang siapa  yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. an Nahl: 115)

Keberadaan aturan mrrupakan suatu hal yang mutlak diperlukan agar umat mendapat jaminan halal dari segala produk yang dikonsumsinya. Islam telah menetapkan  bahwa urusan umat terkait hal ini adalah tanggung jawab negara. Perkara ini merupakan bagian dari kewajiban negara  dalam melindungi agama. Adapun pelaksanaannya secara teknis dibebankan pada seorang penguasa, Rasulullah Saw. Pernah bersabda terkait tanggung jawab seorang pemimpin negara:

"Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR.Muslim)

Juga dalam hadis lain beliau bersabda:

"Imam adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya."  (HR. Muslim dan Ahmad)

Dibiarkannya suatu keharaman seperti yang dilakukan dalam sistem kapitalis, bahkan menjadikannya sebagai pendapatan negara adalah suatu wabah besar yang akan menjerumuskan rakyatnya pada kesengsaraan, penderitaan dan bencana. Untuk itulah perlu adanya sistem Islam yang akan akan memberikan perlindungan penuh terhadap rakyatnya. Dalam naungan sebuah sistem Islam tidak akan ada tempat bagi beredarnya produk-produk haram, karena Khalifah akan menindak tegas dengan menutup semua celah peredaran.

Hal ini pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab. Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan bahwa Khalifah Umar pernah menulis surat kepada para wali yang memimpin daerah dan memerintahkan agar mereka membunuh babi dan membayar harganya dengan mengurangi pembayaran jizyah dari non muslim (Al Amwaal, Abu Ubaid hal.265)

Demikianlah solusi yang ditawarkan Islam, sempurna dan mampu menyelesaikan seluruh  permasalahan umat. Wacana didirikannya pasar halal mungkin bisa jadi jalan keluar tapi sifatnya parsial dan sementara, sementara solusi yang ditawarkan Islam  bersifat menyeluruh dan solutif. Untuk itulah Daulah Islam dibutuhkan. Sebagai institusi yang akan menerapkan seluruh aturan Allah secara keseluruhan, Daulah Islam akan menjadi solusi bagi seluruh permasalahan yang dihadapi umat Islam.

Wallahu a'lam Bishawwab.


Opini
Ditulis Oleh : Mariana, S.Sos ( Guru SMPS Antam Pomalaa – Kolaka )


Mitra Rakyat.com
Sungguh tragis nasib ABK WNI yang jasadnya di larungkan dilaut, mereka adalah para pekerja di kapal ikan China, yang terindikasi mendapat perlakuan buruk mulai dari gaji yang tidak dibayar, beban pekerjaan yang sangat berat hingga perlakuan diskriminasi dan kekerasan yang berujung pada kematian.

Nasib mereka pun tak sampai di situ, perlakuan terhadap jasad merekapun sangat jauh dari nilai kemanusiaan, tak ada tangisan, tak ada pembelaan yang mereka dapatkan. Banyak yang menduga kasus ABK WNI mengarah pada perbudakan modern dengan tiga elemen di antaranya seperti buruh kontrak, pekerja paksa dan perdagangan manusia.

Mengutip dari Gatra.com, Kasus dugaaan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xin 629 belum lama ini trus bergulir. Kejadian tersebut mengakibatkan meninggal dan dilarungnya 4 orang ABK asal Indonesia.

Tak hanya itu sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan. Anggota Komisi I DPR, Sukamta mengatakan pemerintah harus membongkar kotak Pandora praktik pelanggaran HAM berupa tindakan perbudakan atau eksploitasi berlebih di atas kapal Asing  ( Gatra.com,Sabtu(9/5).

Apa yang terjadi pada ABK WNI menunjukkan beberapa hal :
*Pertama*, Sistem kapitalis merendahkan nyawa manusia. Dibuangnya jenasah ABK WNI menunjukkan betapa nyawa manusia tidak ada harganya dan tidak bernilai. Dalam pandangan individu ataupun Negara yang bermental kapitalis aturan tertinggi adalah kebahagian dengan memperoleh sebesar-besarnya materi berupa kekayaan.

Nilai kemanusiaan yang diagung-agungkan bahkan dideklarasikan dengan nama HAM, nyatanya hanyalah ilusi. Bagi individu, korporasi maupun Negara yang berwatak kapitalis pundi-pundi kekayaan adalah hal yang sangat penting meskipun harus mengeksploitasi tenaga dan  megorbankan nyawa manusia. Karena itu penjajahan dan perbudakan adalah alat bagi kapitalisme untuk melanjutkan hegemoninya.

*Kedua*, Tidak adanya ri’ayah atau pengurusan Negara terhadap rakyatnya. Penyiksaan, kekerasan tidak mendapatkan upah  hingga kematian tragis adalah peristiwa berulang yang terus terjadi pada WNI yang bekerja di luar negeri. Sayangnya, pemerintah terkesan hanya mengulang solusi yang tidak menyelesaikan masalah, lagi-lagi yang disorot adalah perubahan regulasi, perketat aturan, tapi rakyat terus menerus menjadi korban dari regulasi yang dibuat.

Pemerintah gagal melindungi rakyatnya dari kemiskinan dan penyiksaan Negara-negara lain karena kurangnya pembinaan keahlian. Rakyat dibiarkan mengurus dirinya sendiri tanpa bekal keterampilan yang memadai sehingga rawan eksploitasi dan dimanfaatkan. Begitupun Negara tidak memberikan jaminan kebutuhan rakyat dengan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha serta gaji yang layak sehingga banyak dari mereka terpaksa menjadi pengemis pekerjaan di Negara orang lain.

*Ketiga*, Ilusi kapitalisme menyejahterakan manusia. Salah satu contoh perbudakan ala kapitalisme modern yang ditunjukkan lewat kasus ABK WNI, dimana mereka tidak mendapatkan gaji yang layak, beban kerja yang berat, diabaikan, dibiarkan kelaparan, kematiannya tidak ditangisi bahkan mayatnya pun dibuang ke laut. Ini adalah potret betapa kapitalisme telah gagal menyejahterakan manusia.

Tentu siapapun tidak menginginkan pekerjaan seperti ini hanya saja banyak pekerja yang terpaksa bekerja tanpa henti disebabkan karena persoalan ekonomi, tutunan nafkah keluraga dan kemiskinan. Meskipun ada hukum ketenagakerjaan tapi  hukum itu masih jauh dari harapan.

*Keempat*, Negara lemah tidak punya power dihadapan Negara kuat bahkan untuk membela rakyatnya. Banyak pihak mengatakan pemerintah Indonesia harus tegas dalam merespon dugaan perbudakan WNI ABK di kapal nelayan berbedera China dengan menyampaikan tekanan diplomatik agar China menyelidiki dugaan itu secara terbuka dan menyeluruh.

Dari pemerintah sendiri telah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu China untuk Klarifikasi dan pihak China bersikukuh pelarungan sudah sesuai ketentuan kelautan Internasional bahkan sudah mendapat persetujuan keluarga korban. Sementara di sisi lain keluarga ABK WNI mengaku kaget dengan pelarungan jenasah sebab info yang mereka terima, jenasah akan dimakamkan secara islam.

Sekali lagi fakta ini terus berulang, Negara-negara kuat akan terus menindas dengan arogan rakyat negeri-negeri lemah sebab Negara-negara kuat sangat paham bahwa Negara asal mereka tidak akan banyak berbuat apapun bahkan untuk membela rakyatnya sebab Negara-negara lemah tunduk pada hegemoni dan takut pada kekuatan Negara-negara kuat, apalagi Negara-negara kuat telah mengikat negara-negara lemah dengan berbagai kesepakatan  dan utang.

Dan akhir dari ABK WNI dipastikan tidak akan mendapatkan keadilan dari segi kemanusiaan. Perbudakan yang dilakukan terhadap ABK WNI akan mereka tutupi dengan uang jaminan.

*Negara Pengurus dan Pelindung Rakyat*
Dalam Islam Negara memiliki fungsi sebagai riayatus su’unil umat yakni bertanggungjawab mengurusi umat, Negara adalah pelindung dan perisai umat yang ada dibelakangnya. Berbeda dengan kapitalisme dimana Negara hanya berfungsi sebagai regulator bagi pemangku kepentingan,  hanya mengatur dengan kebijakan dan aturan tapi tidak mampu melindungi serta menjamin kehidupan rayatnya.

Dalam masalah ketenagakerjaan islam memiliki seperngkat solusi, dimana tenaga kerja tidak akan diperbudak, apa yang menjadi kewajiban Negara akan ditunaikan dan apa yang menjadi hak warga Negara akan direalisasikan. Islam melarang perbudakan dalam bekerja, islam melarang menahan gaji pekerja, Nabi Saw bersabda “Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah ), dalam islam kontrak kerja dikenal dengan ijarah.

Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Adapun ijarah yang berhubungan dengan seorang pekerja (ajir) maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya, karena itu untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya, sekaligus waktu, upah dan tenaganya.

Jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukmnya adalah fasad(rusak). Yang juga harus ditetapkan adalah tenaga yang harus dicurahkan oleh para pekerja sehingga para pekerja tidak dibebani dengan pekerjaan yang diluar kapasitasnya. Ada kejelasan jenis pekerjaan, waktu ,upah, serta tenaga yang dikeluarkan.

Islam mengatur begitu rinci sehinnga kezaliman terhadap pekerja dapat diminimalisasi, betapa indah manakalah islam diterapkan dalam bernegara. Nasib tragis para buruh dan pekerja tidak akan terjadi jika islam yang menaungi. Karena itu solusi tuntas dan totalitas terhadap nasib para pekerja hanya dapat diselesaikan dengan kehadiran islam dalam bentuk aturan masyarakat dan Negara.

Lalu apa yang ditunggu jika tantangan menyejahterakan pekerja justru tidak dapat dijawab secara tuntas oleh kapitalisme maupun sosialialisme, maka biarlah islam yang menjawab dan menyelasaikan masalah pekerja. Wallahu a’lam (***)

Opini
Ditulis Oleh:Anhy Hamasah Al Mustanir, S.Pd
(Pemerhati Media)

Mitra Rakyat.com
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diputuskan oleh pemerintah sejak awal pertengahan April lalu, sebagaimana akan sama-sama telah diketahui dan dirasakan, maka akan menyebabkan rakyat semakin terhimpit oleh beban hidup yang semakin hari semakin terasa berat.

Apalagi, bantuan pemerintah belum tersalurkan dengan merata.Tengok saja, bagaimana nasib sebagian besar rakyat negeri ini akibat kebijakan tersebut. Salah satunya, seorang ibu di Banten yang menahan lapar dengan hanya meminum air galon isi ulang selama dua hari dan akhirnya meninggal dunia pada Senin (24/4/2030).

Bukan saja itu, kedatangan 49 TKA China di Sultra Maret lalu telah membuat suasana batin masyarakat merasa was-was dan kemudian terselesaikan dengan di karantinanya 49 TKA China itu.

Namun sampai sekarang kewaspadaan pemerintah dan masyarakat Sultra tetaplah masih membekas. Bekas waspada itu pun kini menyeruak kembali ketika muncul wacana baru pemerintah pusat untuk mendatangkan 500 TKA China di Konawe, Sulawesi Tenggara. Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan juga tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA asal China karena  hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 11 tahun 2020 pasal 3 ayat (1) huruf f dimana menyebut orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional tidak dilarang masuk Indonesia selama pandemi Covid-19. Ujar Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Aris Wahyudi.

Meskipun, hal tersebut adalah bentuk keprihatinan pemerintah terhadap krisis ekonomi yang sewaktu - waktu terjadi. Namun sayang rasa keprihatinan itu tidak sejalan dengan realita yang ada. Saat PSBB diterapkan maka rakyat pribumi lah yang paling merasakan kebijakan tersebut.

Berbeda halnya, dengan warga negara Asing, Misalnya saja TKA asal China yang kini sedang diwacanakan kedatangannya di Indonesia. Mereka datang untuk bekerja sementara disisi lain para pekerja lokal banyak yang dirumahkan dan bahkan sebagian besar di PHK diberbagai sektor tempat mereka bekerja.

Berangkat dari hal itu, maka patut dipertanyakan mengapa pemerintah membuat regulasi aturan yang tidak konsisten. Sebagaimana, aturan itu ada untuk ditaati bukan diakali walaupun dengan alasan apapun.

Jika memang untuk kepentingan ekonomi Indonesia sehingga pemerintah terpaksa melonggarkan aturan PSBB untuk para pekerja investor asing maka hal itu sangat ambigu ditengah rakyat. Mengingat amanat Undang-undang dan sistem demokrasi yang diterapkan sangat menjunjung tinggi kemaslahatan rakyat. Apalah arti dari sebuah negara yang kaya akan kekayaan Alam namun dimiliki oleh sektor swasta dan asing.

Maka Pandemi ini telah membongkar wajah buruk tatanan sistem yang selama ini gembar- gemborkan. Oleh karen itu, hal yang wajar jika dalam sistem ini jika ekonomi lebih berharga daripada ribuan nyawa yang mungkin akan melayang. Masihkah berharap pemerintah akan mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang investor asing?

Sudah hal yang populer diketahui bersama, bahwa utang luar negeri memang menjadi salah satu biang kerok krisis yang ada. Sumber Daya Alam (SDA) memang dikeruk seenaknya. Namun, benarkah hasilnya untuk kepentingan rakyat? Sebagian besar justru dinikmati oleh asing dan swasta.

Padahal, hakikatnya semua SDA itu adalah milik bersama rakyat, bukan milik pemerintah, apalagi swasta terlebih lagi pihak asing. Namun apa yang dilakukan pemerintah justru menyerahkan SDA dan aset rakyat kepada swasta yang sebagian besar swasta asing.

Kenyataan demikian memunculkan pertanyaan: sebenarnya kebijakan yang dibuat pemerintah selama ini memihak pada siapa? Kita tidak perlu susah-susah mencari jawabannya, karena diakui oleh pemangku kekuasaan bahwa kebijakan yang diambil khususnya kelonggaran PSBB memang tidak populis. Kalau begitu, memihak siapa?

Melihat kenyataan demikian, sangat pantas apabila rakyat merasa geram. Hasil dari survei yang dilakukan pada 24 Maret 2020 yang diikuti oleh 10.199 orang lebih dalam dua hari pelaksanaan, melalui daring mengenai penanganan Covid-19 yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Terlihat bahwa responden survei lebih memberi penilaian positif terhadap kerja yang dilakukan oleh BNPB dan Kepada Daerah daripada Presiden dan Menteri Kesehatan, ujar Manajer Kampanye Change.org Indonesia Dhenok Pratiwi. (Kompas.com, 2/4/2020)

Selain itu,  pakar kebijakan publik dan ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa hampir semua protap pemerintah dalam menangani Covid-19 adalah protap inkonsisten. Misalnya saja,muncul larangan mudik tapi pulang kampung boleh, inkonsisten. Melarang penerbangan domestik, tapi penerbangan internasional boleh. Melarang kedatangan orang (asing), tapi mendatangkan TKA (tenaga kerja asing)," tambah dia. (Kompas.com,Rabu (6/5/2020)).

Oleh karena itu, maka memang benar adanya bahwa gambaran seburuk-buruk penguasa yang digambarkan oleh Rasul saw dalam sabdanya:
Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. (HR Muslim).

Gambaran Rasul tersebut tepat sekali. Ketidakpedulian penguasa kepada rakyat menunjukkan secara samar kebencian dan sikap kejam yang ada dalam hati mereka kepada rakyat.

Islam sesungguhnya telah memberikan tuntunan yang begitu jelas mengenai hal kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu harus dikelola. Islam juga telah menjelaskan sistem yang mewadahi pengelolaan kekuasaan tersebut. Islam sekaligus juga memberikan serangkaian petunjuk bagaimana seorang penguasa harus menjalankan kekuasaan yang notabene adalah kepunyaan rakyat yang diamanatkan kepadanya.

Dalam politik Islam, tugas dan tanggung jawab penguasa adalah menerapkan Islam di dalam negeri serta menyebarkan dakwah ke luar negeri melalui dakwah dan jihad. Salah satu tanggung jawab penguasa di dalam negeri adalah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Islam telah menggariskan bahwa seorang penguasa adalah penanggung jawab atas berbagai urusan rakyat yang dipimpinnya. Ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang imam adalah pemimpin dan penanggung jawab (atas urusan rakyatnya) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, segala ucapan, kebijakan, dan tindakan seorang penguasa akan berdampak pada rakyatnya keseluruhan.

Penguasa yang baik, kebaikannya pasti akan menyebar dan seluruh rakyat akan merasakannya. Penguasa seperti ini kelak pada Hari Kiamat akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, yaitu pada hari ketika tiada naungan kecuali naungan-Nya.

Bahkan, Rasul mengabarkan bahwa penguasa yang adil dan baik merupakan salah satu golongan dari penduduk surga.

Beliau bersabda:
"Penduduk surga ada tiga golongan: penguasa yang adil dan baik; seseorang yang pengasih dan penyayang terhadap kerabat dan Muslim lain; orang miskin yang punya tanggungan keluarga tetapi tetap menjaga kehormatannya (dari harta haram dan meminta-minta). "(HR Muslim).

Sebaliknya, penguasa yang buruk/zalim, keburukan/kezalimannya juga meliputi rakyatnya. Azab neraka sangat sesuai sebagai balasan bagi penguasa yang bertindak sebaliknya. Mereka tidak akan diacuhkan oleh Allah kelak pada Hari Akhir. Rasulullah mengabarkan yang demikian itu dalam sabdanya:
Siapa saja yang dijadikan Allah memegang urusan kaum Muslim, kemudian ia tidak mau peduli dengan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka, Allah pasti tidak akan mempedulikan kepentingan, kebutuhan, dan kefakiran mereka pada Hari Kiamat kelak. (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Sesungguhnya ketika rakyat mempercayakan kekuasaan kepada penguasa, hal itu dimaksudkan agar penguasa tersebut mengurusi kemaslahatan rakyat dan selalu memperhatikan kepentingan mereka. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa jangankan mengurusi rakyat, yang terjadi, penguasa saat ini justru bersekongkol dengan para kapitalis dan pihak asing untuk menguras dan mengekploitasi rakyat.

Solusi yang diambil oleh pemerintah adalah solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular yang bertentangan dengan tuntunan Islam. Sikap yang demikian adalah sikap mengabaikan petunjuk Allah dan berpaling dari ayat-ayat-Nya.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. "(TQS Thaha : 124).

Sesuai dengan firman Allah di atas, semua solusi yang berpaling dari peringatan Allah, yaitu berpaling dari tuntunan Islam, jelas hanya akan menghasilkan penghidupan yang sempit.

Allah SWT juga berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian." (TQS al-Anfal:  24).

Seruan Allah dan seruan Rasul pada faktanya adalah berupa syariat Islam. Artinya, Allah memerintahkan kepada kita untuk segera menerapkan syariat Islam yang akan memberikan kehidupan kepada kita semua.
Jadi, masihkah kita percaya pada solusi-solusi yang lahir dari sistem kapitalis sekular untuk menyelesaikan krisis yang terjadi? Ketentuan siapakah sesungguhnya yang lebih baik? Tentu saja, ketentuan dan hukum-hukum Allah yang lebih baik.

Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?." (TQS al-Maidah: 50).

Walhasil, sesungguhnya hanya syariat Islamlah solusi bagi penyelesaian secara tuntas Covid-19 dan krisis ekonomi yang akan terjadi tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat. Islam telah terbukti selama berabad-abad mampu mewujudkan kehidupan yang sejahtera bukan hanya bagi kaum Muslim, tetapi juga non-Muslim. Karena itu, menjadi tanggung jawab dan kewajiban kita bersama untuk segera mewujudkan tegaknya syariat Islam.Wallahu a’lam bisshawab


Opini
Ditulis Oleh : Khusnawaroh (Komunitas Peduli Umat)

Mitra Rakyat.com
Harapan besar agar virus mematikan covid-19 di bulan suci ini cepat berakhir nampaknya masih jauh dari kenyataan. Jumlah kasus terinfeksi sudah mencapai angka 10,118 per 30 April 2020, bahkan korban meninggal selalu bertambah yakni 792 jiwa. Ini menunjukkan, bahwa dibutuhkan dana besar untuk biaya menanggulangi covid 19 ini, dan solusi pemerintah salah satunya yaitu hendak memangkas anggaran dan merelokasikan setiap anggaran demi program pencegahan virus mematikan itu termasuk anggaran pendidikan.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengkritisi langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun. Keputusan tersebut muncul dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020. Selain itu, pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan terhadap dana Bantuan operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya. (republika.co.id, 21/4/2020). Selain itu, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020,  dana abadi pendidikan berpotensi dijadikan sumber anggaran untuk penanganan Covid-19.

Hal ini bisa saja dikatakan solusi yang tepat untuk dijadikan sumber anggaran penanganan covid-19. Namun, jika kita menelisik kembali sebagaimana yang sedang gencar diperbincangkan oleh sebagian masyarakat, tentang rencana pemindahan ibu kota, kemudian pengusaha ruang guru yang merupakan stafsus presiden mendapat proyek triliunan dari dana kartu prakerja, demikian pula porsi APBN untuk haji lebih dibidik untuk dialihkan sebagai dana penanggulangan wabah dibanding dana belanja pemerintah.

Dari sini dapat terfikir dan menimbulkan pertanyaan tentunya, mengapa harus memangkas anggaran pendidikan?. Berkaitan dengan ini, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia ( IGI) Muhammad Ramli, menganggap bahwa perubahan postur dan APBN Tahun anggaran 2020 alokasi anggaran untuk tunjangan guru dipangkas, " dapat merugikan sejumlah pihak yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah ditengah situasi penyebaran virus corona ( senin, 20/4)

Tunjangan itu tentunya harapan para guru, apalagi ditengah kondisi ekonomi sulit akibat pandemi corona. Mengingat bahwa para guru memiliki peranan besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Penguasa seharusnya memperhatikan pendapatannya, bukan justru memangkas haknya. Pasalnya pemotongan anggaran tersebut berimplikasi sangat besar bagi kesejahteraan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Merekalah yang senantiasa dengan kesabarannya mendidik, mengajar, berhadapan berinteraksi dengan anak- anak bangsa yang beraneka ragam karakternya yang nantinya akan menjadi generasi peneru bangsa. Dengan kurangnya gaji guru, bisa jadi para guru beralih untuk tidak memproritaskan melakukan pembelajaran terhadap siswa. Karna guru juga akan sibuk mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi disaat ekonomi sedang sulit. Dalam hal ini kesejahteraan guru harusnya senantiasa diperhatikan dan dipertahankan. Agar mereka lebih memaksimalkan tugasnya dalam rangka untuk mencerdaskan anak bangsa.

Padahal, dana sebesar 5,6 Triliun, untuk proyek Stafsus Presiden Joko Widodo, dan dana rencana pemindahan ibu kota bisa dialihkan sementara guna memutus mata rantai penyebaran covid-19 ini. Jika ditilik dana kartu pra kerja pun yang diberikan kepada Stafsus Joko Widodo, bias dibilan tidaklah berguna. Mengingat, system kerja kartu pra kerja hanya pelatihan, sedangkan rakyat butuh bantuan langsung tunai (BLT) untuk saat ini.

Sungguh sangat tidak adil, disaat rakyat mendapat fasilitas kesehatan minim dan ancaman kelaparan, anggaran malah di alihkan untuk segelintir orang yang tidak jelas fungsi dan tugasnya. Berkaitan dengan ini, fraksi dari PAN pun menilai pengangkatan stafsus itu bisa membuat gemuk birokrasi dan tidak sejalan dengan prinsip efisiensi yang sering digaungkan oleh Jokowi .

" Saya simpatik dan mengapresiasi bahwa yang diangkat adalah kalangan milenial, namun begitu perlu penjelasan terkait tugas dan fungsi yang akan mereka emban, sebab diluar mereka sudah banyak pembantu presiden lainnya" kata Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay ( jum,at 22/11/2019).

Jelas ini dapat dikatakan pemborosan dan sangat tidak efisien, sebab bukankah sudah banyak pembantu Presiden, mulai dari para Mentri, Wakil Mentr, Staf Kepresidenan, Juru Bicara , Staf Rumah Tangga Kepresidenan, itu semua mestinya sudah cukup untuk urusan internal di istana kepresidenan, tanpa harus menghadirkan staf khusus yang dipupuk dengan 5,6 T. Inilah salah satu bukti kerusakan sistem kapitalis demokrasi, bukan mementingkan rakyat, namun segelintir orang saja.

Sangat miris, di negeri ini, kebijakan-kebijakan penguasa banyak merugikan rakyat dan hanya menguntungkan oligarki, ketidak adilan semakin terlihat terang, kebijakan anggaran rezim kapitalis tidaklah tersalur sebagaimana mestinya.

Mengapa ini semua dapat terjadi?. Jawabannya adalah,  sebab kita berada dalam cengkraman sistem yang rusak yakni sistem yang telah memisahkan agama dari kehidupan.  Sistem yang tidak dapat memanusiakan manusia sebagaimana fitrahnya.  Sehingga, masyarakat hanya akan bisa merasakan kesejahteraan ketika masyarakat mulai menyadari, memahami dan mau membuang sistem yang rusak itu dan bersama- sama menggantinya dengan sistem yang mulia yakni sistem Islam, yang berasal dari sang pencipta kehidupan.

Masyarakat harus menyadari, bahwa berbagai kebijakan yang lahir di negeri ini, akibat sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis yang diterapkan. Sistem berpengaruh sangat besar dalam tatanan kehidupan, jangan kita beranggapan bahwa kerusakan itu dilakukan tergantung  individu- individu semata , tanpa adanya peran sistem.

Pada faktanya sistem kapitalis demokrasi tak ada maslahat apapun yang di rasakan rakyat, para penguasa dan pemilik modal saja yang sejahtera. Teori dan praktiknya bisa dimanipulasi sesuai dengan kehendak penguasa, dan penerapan ekonomi saat ini membuat krisis ekonomi negara, kekayaan alam yang terbentang luas sebagai anugrah Allah swt, di kelola swasta, utang yang menggelora, akibatnya rakyat diperas melalui pajak, BBM, Listrik dll.mahal. Apalagi di tengah pandemi corona melanda saat ini, jelas negara tak bisa banyak berbuat apa-apa, selain menumbuhkan utang, dan memangkas anggaran hak rakyat, dan anehnya anggaran yang seharusnya layak dipangkas, namun tidak dilakukan. Haruskah sistem yang seperti ini kita pertahankan.

Seandainya sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah hadir di tengah-tengah kita, rakyat tak akan takut tak terurus dengan baik, sebab penguasa dalam  sistem Islam akan mengurus, menjaga, melindungi dengan segenap jiwa raganya. Karena kepemimpinan adalah amanah Allah swt semata, bukan mengharap balas jasa, apalagi hanya untuk meraih keuntungan. Dalam Islam kepemimpinan dinilai sebagai amanah berat, keteguhan tanggung jawab dan kesungguhan dalam amanah telah jelas dicontohkan oleh suri teladan kita Muhammad Saw, beserta para sahabatnya, dan para pejuang- pejuang Islam pada kejayaannya silam. Rasa takut kepada Allah Swt, menjadi modal utama dalam mengemban amanah kepemimpinan,  sehingga tak heran kepemimpinan di dalam Islam terdapat hubungan rasa kecintaan karena Allah, antara penguasa dan rakyatnya.
Kesejahteraan rakyat terpancar terang, walaupun pada masa kekhilafahan  pernah terjadi pula  musibah wabah, mengalami krisis. Namun solusi yang diberikan sangatlah tepat, sehingga rakyat pun mampu memahami dengan kebijakan yang diberikan, sebab dalam mengelola anggaran pun tersalur dengan sebaik- baiknya yang diprioritaskan hanya untuk kesejahteraan rakyat.

Yakni prinsip dasar dan kaidah- kaidah penyusunan sangat berbeda dengan prinsip penyusunan APBN dalam ekonomi konvensional (sistem kapitalis).  Perbedaan prinsip yang paling mendasar antara APBN konvensional dan APBN dalam sistem Islam adalah menyangkut sumber utama pendapatannya maupun alokasi pembelanjaannya.

Sumber- sumber penerimaan ( kas baitul Mal ) dalam Islam, sama sekali tidak mengandalkan dari sektor pajak, bahkan negara sedapat mungkin tidak memungut pajak rakyatnya. Sumber-sumber utama penerimaan kas baitul Mal yang telah digariskan oleh syariat Islam yakni terdapat 3 sumber utama :  Pertama, Sektor kepemilikan  individu seperti sedekah, hibah, zakat. Kedua, sektor kepemilikan umum seperti : pertambangan , minyak bumi, gas, batu bara, kehutanan. Ketiga,  sektor kepemilikan negara seperti : jizyah, kharaj, ghanimah , fai dll.

Kemudian konsep dan kaidah pembelanjaannya jelas, bahwa seorang pemimpin ( khalifah ) memiliki kewenangan penuh untuk mengatur  pos- pos pengeluarannya.Bbesaran dana yang harus dialokasikan dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan, dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Berdasarkan ketentuan yang digariskan oleh syariah Islam, agar jangan sampai harta itu hanya berputar dikalangan orang - orang kaya saja, sehingga politik Islam akan memastikan kekayaan tidak dikuasai oleh segelintir orang (oligarki), sehingga saat negara dilanda wabah penyakit, negara memiliki keuangan yang cukup untuk mengatasinya.

Alhasil, untuk meraih kesejahteraan di dunia hingga sampai di akhirat, umat butuh dan wajib diatur oleh hukum-hukum Allah Swt, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda besar kita Muhammad Saw, dan para sahabat- sahabatnya. Allah Swt. berfirman :  " Maka demi rabbmu mereka ( pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. ( Qs. An- Nisa : 65).

Menerima dan ridho dengan ketentuan hukum- hukum Allah Swt  adalah bukti keimanan dan ketakwaan kita kepadanya, dan sebaliknya ketika kita menolaknya sekaligus membencinya maka sesungguhnya itulah orang-orang yang sangat  merugi. Wallahu a'lam bissawab .

Mitra

{picture#http://2.bp.blogspot.com/-XccjilccW3o/WvaXDidXfzI/AAAAAAAABh4/uSZS7TnCbfc4FwXpWuQb2n8Fgh6BY9x7ACK4BGAYYCw/s1600/logo3.png} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Powered by Blogger.