MR.com,Padang Pariaman| Proyek rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi (D.I) Sicaung di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, disorot. Indikasi pelanggaran teknis dan dugaan pembiaran terhadap aturan pelaksanaan proyek negara mulai mencuat di lapangan.
Pekerjaan senilai Rp792.401.000,00 itu berada di bawah pengelolaan Dinas Sumber Daya Air Bina Konstruksi (SDABK) Provinsi Sumatera Barat, dengan pelaksana CV. HD Jaya dan konsultan pengawas PT. Alfiza Billimko Konsultan. Kontrak kerja diteken pada 21 Juli 2025, dengan jangka waktu pelaksanaan 120 hari kalender.
Namun, berdasarkan penelusuran tim investigasi media di lokasi proyek pada Ahad (7 September 2025), ditemukan indikasi penggunaan material tanah urug (timbunan) yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (spek) sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Alih-alih menggunakan material bergradasi halus sesuai standar untuk urugan saluran dan tanggul irigasi, pelaksana justru tampak menggunakan batuan besar (boulder). Dalam konteks teknik sipil, material tersebut berpotensi menurunkan daya padat tanah, mengganggu kestabilan struktur, serta berisiko menimbulkan retakan pada konstruksi pasangan batu dan lantai kerja.
“Kalau material urugan tidak sesuai spek, dampaknya bisa fatal. Stabilitas saluran bisa terganggu, apalagi kalau irigasi ini nanti dialiri air dengan debit besar,” ujar salah satu ahli teknik sipil yang enggan disebut namanya, kepada media ini.
Dugaan Pelanggaran Aturan Teknis dan K3
Tak hanya pada material urugan, pelaksanaan pekerjaan besi juga disinyalir menyalahi ketentuan. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada Rabu (8 Oktober 2025), tim menemukan indikasi pemasangan besi tulangan yang tidak mengacu pada standar aturan 3d (jarak antara sengkang minimal tiga kali diameter batang utama).
Sengkang yang tampak rapat tak seragam, dan beberapa batang besi terlihat berkarat serta tidak memenuhi mutu yang disyaratkan dalam SNI 07-2052-2017 tentang Baja Tulangan Beton.
Lebih jauh, pelaksana proyek juga diduga melanggar aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagaimana diatur dalam Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2014. Saat pantauan berlangsung, para pekerja tampak tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek, sepatu boot, sarung tangan, maupun rompi keselamatan.
Padahal, ketentuan K3 merupakan prasyarat wajib pada setiap pekerjaan konstruksi negara. “Proyek negara tanpa penerapan K3 itu pelanggaran serius. Kalau terjadi kecelakaan, penanggung jawab hukumnya jelas,” ujar seorang praktisi hukum konstruksi dari Padang, menegaskan.
Kontraktor Bungkam, Pengawasan Dipertanyakan
Media ini telah berupaya meminta konfirmasi kepada pihak pelaksana proyek. Saat dihubungi melalui sambungan telepon ke nomor 0813-6569-9xxx, kontraktor pelaksana yang dikenal dengan sapaan Jaya tidak merespons. Pesan konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp pada Jumat (10 Oktober 2025) tampak telah dibaca, namun hingga berita ini tayang, Jaya memilih bungkam.
Sikap diam pelaksana menambah tanda tanya publik atas transparansi dan akuntabilitas proyek yang bersumber dari uang negara tersebut.
Hingga berita ini ditayangkan media masih dalam upaya konfirmasi pihak konsultan pengawas PT. Alfiza Billimko Konsultan dan Dinas SDABK Sumatera Barat.
Penulis : Chairur Rahman