Dugaan Kejanggalan di Proyek Seawall Rp 2,55 Miliar di Pasaman Barat, Dikonfirmasi Rekanan "Emosi"
MR.com, Pasbar| Dua ekskavator tampak hilir-mudik di bibir Pantai Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie, Kabupaten Pasaman Barat, pada Senin, 29 September 2025. Alat berat itu menyusun bongkahan batu berukuran tak seragam, membentuk dinding pengaman pantai atau seawall. Proyek senilai Rp 2,55 miliar itu dikerjakan oleh CV Rayazka, dengan konsultan pengawas PT Wandra Cipta Engineering.
Namun, dari pantauan tim media, pekerjaan fisik tersebut diduga tak sesuai spesifikasi. Seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya menyebut pemasangan lapisan geotekstil, bahan kain khusus untuk mencegah erosi tanah dasar pantai tidak terlihat di lokasi.
“Seharusnya ada geotekstil dipasang sebelum batu ditumpuk, tapi tampaknya tidak ada. Tidak terlihat tanda-tanda dipasang,” kata warga itu.
Batu Ilegal?
Selain persoalan teknis, sumber material batu juga menimbulkan tanda tanya. Informasi yang dihimpun menyebut batu berasal dari tambang galian C di sekitar Pasaman Barat. Masalahnya, tambang tersebut diduga belum memiliki izin resmi alias ilegal. Jika benar, penggunaan material itu melanggar aturan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Proyek pengaman pantai ini berada di bawah kewenangan Dinas Sumber Daya Air Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Barat. Namun hingga berita ini ditulis, pihak dinas belum memberikan penjelasan terkait dugaan penyimpangan teknis maupun legalitas material.
Kontraktor Melawan
Saat dikonfirmasi via aplikasi WA, Dwi, kontraktor pelaksana dari CV Rayazka, merespons terkesan dengan nada tinggi. Ia menuding wartawan tidak sopan karena datang ke lokasi tanpa konfirmasi kepadanya.
“Mengenai geotek, bapak datang hanya sebentar, apa bisa langsung bilang tidak ada geotek? Pekerja saya sudah susah payah masang. Apa perlu saya suruh mereka menjelaskan satu-satu?,” ujar Dwi.
Soal dugaan penggunaan batu dari tambang ilegal, Dwi tak menjawab secara langsung. Ia hanya menegaskan sudah menunjukkan bukti pembelian material dan bahan bakar kepada wartawan lain.
“Saya cukup hati-hati pak dalam pekerjaan ini. Kalau ada media datang dengan sopan, saya pasti layani. Saya perlihatkan bukti belanja saya. Tapi kalau hanya datang foto-foto tanpa koordinasi, itu yang saya tidak terima,” katanya.
Minim Transparansi
Respons emosional kontraktor itu justru menambah sorotan publik terhadap transparansi proyek. Menurut pakar pengadaan publik, sikap kontraktor seharusnya terbuka, bukan defensif. Apalagi proyek bernilai miliaran rupiah tersebut dibiayai dari anggaran negara.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan jelas menyatakan pers memiliki fungsi kontrol sosial, termasuk mengawasi jalannya pembangunan. Sikap konfrontatif terhadap jurnalis justru menimbulkan kecurigaan.
Pantai Sasak sendiri selama ini menjadi salah satu titik rawan abrasi di Pasaman Barat. Sejumlah rumah warga kerap terancam ombak besar. Karena itu, proyek pengaman pantai sangat krusial. Namun bila pelaksanaannya tak sesuai spesifikasi dan menggunakan material ilegal, tujuan melindungi warga bisa gagal tercapai.
Hingga berita ini ditayangkan media masih dalam tahap mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman