MR.com,Padang| Tanda tangan Wali Kota Padang Fadly Amran dalam Surat Pernyataan Komitmen Antikorupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 15 Mei 2025 lalu, mestinya menjadi simbol keseriusan Pemerintah Kota Padang membangun pemerintahan bersih. Bersama Wakil Wali Kota Maigus Nasir, ia mengusung slogan “Padang Amanah”. Namun, janji itu kini terancam jadi retorika.
Sebab, hingga saat ini, pejabat yang diduga kuat terlibat dalam dugaan korupsi pembangunan Gedung DPRD Padang senilai Rp129,2 miliar tetap duduk manis di kursi jabatan. Publik pun mulai meragukan kesungguhan Fadly dan Maigus.
Alih-alih menunjukkan ketegasan, keduanya dianggap membiarkan lingkaran kekuasaan terkontaminasi pejabat bermasalah, meruntuhkan citra pemerintahan yang amanah dan antikorupsi.
Komitmen di hadapan KPK itu membawa konsekuensi moral dan politik. Jika tidak ditindaklanjuti langkah konkret, publik wajar menilainya sebatas seremoni pencitraan.
“Komitmen antikorupsi tak diukur dari tanda tangan di KPK, tapi dari keberanian kepala daerah membersihkan lingkaran pejabatnya sendiri,” kata Mahdiyal Hasan, aktivis antikorupsi Sumatera Barat, Jumat(5/9) di Padang.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sebelumnya mengungkap kerugian negara Rp2,2 miliar dalam proyek pembangunan Gedung DPRD Padang, yang dikerjakan PT Nindya Karya (Persero) bersama PT Artefak Arkindo sebagai manajemen konstruksi.
Kendati kerugian itu telah dikembalikan bertahap hingga 25 Juli 2025, pengembalian melewati tenggat 60 hari. Artinya, dugaan pidana korupsi tak otomatis gugur.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Barat bahkan telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Kepala Dinas PUPR Kota Padang Tri Hadiyanto sejak Maret 2024, bernomor B/337/III/RES.3.3/2024/Ditreskrimsus. Namun, setahun lebih berlalu, perkembangan kasus ini kabur. Dugaan permainan pun menyeruak.
“Kalau kasus ini berhenti hanya karena uang negara sudah kembali, penegak hukum melupakan prinsip dasar hukum pidana. Korupsi bukan sekadar soal uang, tapi kejahatan sistematis yang merusak tatanan pemerintahan,” tegas Mahdiyal.
Ia mendesak Polda Sumbar transparan dan berani menindak siapa pun yang terlibat, tanpa pandang bulu. “Publik mencatat pemanggilan Kadis PUPR sudah dilayangkan sejak Maret 2024, tapi kasus ini tak jelas ujungnya. Ini menimbulkan kesan Ditreskrimsus Polda Sumbar mandul,” katanya.
Mahdiyal juga menuntut Fadly Amran bersikap tegas dengan mencopot pejabat yang terindikasi korupsi. “Kalau wali kota serius, copot dulu pejabat yang terbukti merugikan negara. Kalau tidak, wajar publik menilai komitmen itu hanya panggung politik,” ujarnya.
Jika sikap diam terus berlanjut, kata Mahdiyal, krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Kota Padang tak terhindarkan. “Penegakan hukum harus jelas, jangan sampai masyarakat menganggap semua ini hanya sandiwara,” ia menegaskan.
Hingga berita ini ditayangkan media masih dalam mengumpulkan data-data dan upaya konfirmasi pihak terkait lainnya.
Penulis : Chairur Rahman